Perbedaan orang dewasa dengan anak-anak kian kabur, demikian ungkap Neil Postman (1994), penulis buku Selamatkan Anak-Anak!. Banyak hal yang kini ditahu oleh anak-anak yang menurut orang dewasa adalah rahasia orang dewasa. Kemajuan teknologi menjadi bagian yang ikut mengaburkan perbedaan-perbedaan itu. Kini begitu lumrah bagi anak-anak menonton tontonan orang dewasa. Mereka sudah akrab sekali dengan yang namanya cinta, nama artis dalam sebuah film, ikut membicarakan artis-artis layaknya orang dewasa yang tetap ikut perkembangan gosip para artis di televisi.
Bahkan sampai pembicaraan mengenai alat kemaluan menjadi sesuatu yang bukan sama sekali tabu bagi mereka. Seperti yang ditengarai Postman bahwa konsep malu dalam anak-anak sudah tidak ada hari ini. Hal itu disebut di awal-awal bukunya setelah menjelaskan bagaimana sejarah kemunculan ide-konsep tentang anak-anak. Menurutnya, ide-konsep anak-anak muncul ketika ditemukannya mesin cetak. Seperti yang telah dijelaskan oleh Postman bahwa mesin cetak dalam perkembangannya menjadi instrumen ekspresi personal. Dalam sejarahnya, mesin cetak dijadikan alat untuk menyuarakan ide tentang anak-anak yang kemudian masih eksis sampai hari ini.
Menurut Postman, ide tentang anak-anak sebelum mesin cetak ditemukan tidak ada. Bahwa dahulu, tak terdapat perbedaan orang dewasa dan anak-anak.
Seperti yang dikatakan Postman, mereka ikut dalam kegiatan-kegiatan orang dewasa, seperti dalam pesta dan diikutkan menonton tindakan seks. Dalam sejarahnya disebut bahwa seorang manusia yang sudah mampu menggunakan pakaian adalah orang dewasa. Sehingga pada masa itu ditemukan banyak sekali anak-anak yang mati karena tak mampu hidup mandiri.
Mereka, setelah mampu berpakaian kemudian ditinggalkan oleh orang dewasa.
Apa yang ditulis oleh Postman merupakan apa yang ditemukan di lingkungannya. Di Amerika, gadis yang berumur dua belas dan tiga belas tahun termasuk sebagai model yang paling mahal. Dalam iklan-iklan visual, mereka ditampilkan layaknya orang dewasa yang matang dan menarik secara seksual dan seterusnya dari apa yang ia tulis.
Sebagaimana ditengarai Postman, perlu untuk melihat anak-anak di sekitar kita. Kita penting mengukur sejauh ini mereka bagaimana, menimbang kondisi bahwa banyak orang tua tak mampu mendidik anak-anak mereka. Lingkungan mereka akan menentukkan bagaimana ekspresi tindakan hidup mereka. Yang dominanlah yang akan mempengaruhi anak-anak. Banyak kasus, karena ketiadaan contoh di dalam rumah kemudian mereka mengambil contoh di luar rumah. Anak-anak adalah apa yang paling sering dekat bersama mereka dalam waktu 24 jam.
Momentum hari Anak Nasional kemudian sepertinya tak cukup hanya dengan mengucapkan selamat hari anak tanpa mengetahui kondisi anak-anak di sekitar kita. Kemudian, mengetahui saja masih belum cukup. Karena kita sepakat suatu masalah akan selesai dengan tindakan.
Dalam konteks ini kemudian, kita bisa mengambil peran dalam menyelesaikan masalah anak-anak yang kita temukan. Tak harus menjadi orang yang berada dalam komnas HAM perlindungan anak kemudian kita bisa berperan, kita bisa berperan dengan apa yang kita bisa. Misal menjadi masyarakat yang merupakan lingkungan dari anak-anak, kita bisa mengambil peran untuk menjadi lingkungan yang baik menimbang anak-anak merupakan manusia yang mudah dipengaruhi.
Kemudian perlu kita gali, ada dengan momentum hari Anak Nasional. Mungkin selama ini, momentum tersebut sangat biasa bagi kita, layaknya hari-hari biasa. Kita semua fokus dengan urusan masing-masing tanpa mengubris maksud dari momentum hari anak nasional. Mungkin perlu kita bertanya apakah sejauh ini kita merupakan masyarakat yang apatis terhadap masalah-masalah di sekitar kita. Bahwa, perlu kita menyadari masalah-masalah sosial itu membutuhkan kerja kolektif dalam menyelesaikannya.
Jika tidak, kita akan membersamainya dalam waktu yang lama. Sebab mau tidak mau kita akan menjadi bagian dari sebuah kehidupan sosial. Kita tetap menjadi bagian mempercepat atau memperlambat penyelesaian masalah sosial di mana kita berada.