Disusun oleh Abdul hafiz
Mahasiswa Pendidikan Agama Islam Semester 1, STAI AL-AQIDAH AL-HASYIMIYYAH JAKARTA
Sinar5News.Com – Jakarta – 20/11/2022
1. Pengertian Nahi
Lafadz nahi secara bahasa adalah النهيyang berarti larangan. Sedangkan menurut istilah para ulama mendefinisikan nahi sebagai berikut:
النهي هو طلب الترك من اَلعلى الى ادنى
“Nahi adalah tuntutan meninggalkan sesuatu yang datangnya dari orang yang lebih tinggi tingkatannya kepada orang yang lebih rendah tingkatannya”.
Khalid Abdurrahman mengartikan bentuk nahi sebagai perkataan atau ucapan yang menunjukkan permintaaan berhenti dari suatu perbuatan, dari orang yang lebih tinggi kepada yang lebih rendah.
An-nahy meenurut Sayyid Ahmad al-Hasyimi, merupakan tuntutan untuk mencegah berbuat sesuatu yang datang dari atas
2. Bentuk -bentuk Lafadz Nahi
Kata-kata yang menunjukan kepada larangan itu ada kalanya dalam bentuk:
a.fi’il mudhari’ yang diseratai La nahiyah, seperti:
“Janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi…” (Q.S. al-Baqarah: 11)
b. Lafadz-lafadz yang memberi pengertian haram, perintah meninggalkan sesuatu perbuatan,
seperti:
“Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.” (Q.S. al-Baqarah: 275)
3. Kaidah-Kaidah An-Nahl
a. Kaidah pertama:
األصل في النهي للتحريم
“Pada dasarnya larangan itu untuk mengharamkan (sesuatu perbuatan yang dilarang).”
Atau dalam kitab lain disebutkan:
النهي يقتضي التحريم والفور والدوام إَل لقرينة
“Nahi menghendaki atau menunjukkan haram, segera untuk dilarangnya, kecuali ada qarinah- qarinah tertentu yang tidak menghendaki hal tersebut.”
Contoh:
“Dan janganlah kamu mendekati zina.” (Q.S. al-Isra’: 32)
Lafadz nahi selain menunjukkan haram sesuai dengan qarinahnya juga menunjukkan kepada arti lain, seperti:
”Wahai Tuhan kami janganlah Engkau menyiksa kami, jika kami lupa (Q.S.Al-Baqarah:286)
2). Irsyad memberi petunjuk seperti:
”Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menanyakan (kepada Nabimu) hal-hal yang jika diterangkan kepadamu akan menyusahkanmu (Q.S.Al-Maidah:101)
3). Tahqiq (menghina) seperti:
”Janganlah sekali-kali kamu menunjukkan pandanganmu kepada kenikmatan hidup (Q.S.Al-Hijr:88)
4). Ta’yis (menunjukkan putus asa) seperti:
“Setiap perkara yang tidak ada perintah kami, maka ia tertolak”.
Contoh:
“Janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi…” (Q.S. al-Baqarah: 11)
c. Kaidah ketiga:
النهي عن الشئ أمربضده
“Larangan terhadap sesuatu berarti perintah kebalikannya.”
Contoh:
“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkurban untuk) Berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji termasuk perbuatan syetan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.” (Q.S. al-Ma’idah: 90)
d.Kaidah keempat:
اَلصل في النهي المطلق يقتضي التكرار في جمع اَلزمنة
“Pada dasarnya larangan yang mutlak menghendaki pengulangan larangan dalam setiap waktu.”
Contoh:
“Dan janganlah kamu mendekati zina.” (Q.S. al-Isra’: 32)
Apabila ada larangan yang tidak dihubungkan dengan sesuatu seperti waktu atau sebab-sebab lainnya, maka larangan tersebut menghendaki meninggalkan yang dilarang itu selamanya.
Namun bila larangan itu dihubungkan dengan waktu, maka perintah larangan itu berlaku bila ada sebab,
Seperti: Q.S.An-Nisa’:43
”Janganlah kamu shalat sedang kamu dalam keadaan mabuk”. (Q.S.An-Nisa’:43)
Pada dasarnya larangan yang mutlak menghendaki pengulangan larangan dalam setiap waktu.
Bagi para mufassir sangat penting untuk mengetahui kaidah-kaidah tersebut karenamemudahkan dalam menafsirkan Al-Quran terutama ayat-ayat yang berhubungan dengn penggalian suatu hukum.