Prof H Agustitin: SEHARUSNYA ANGGARAN RUMAH TANGGA DI BULAN ROMADON LEBIH EFISIEN

Prof H Agustitin: SEHARUSNYA ANGGARAN RUMAH TANGGA DI BULAN ROMADON LEBIH EFISIEN

Di bulan suci Ramadhan ini, semua umat muslim diwajibkan berpuasa (tidak makan minum sejak fajar hingga terbenam matahari),.

Sebagai umat muslim kita juga diperintahkan untuk senantiasa menjaga hawa nafsu, al-Hirsh atau sifat tamak dan rakus.

Berdasarkan hal tersebut, maka seharusnya selama bulan Ramadhan, konsumsi yang dilakukan umat muslim dapat lebih terjaga dan tidak boleh berlebih-lebihan.

Namun kondisi yang tetjatp, terdapat kontradiksi antara praktik fikih dan ekonomi s

Nilai konsumsi rumah tangga justru, semakin melonjakdari pada bulan yg biasa saja.

Di bulan Ramadhan, baik konsumsi bahan makanan, sandang maupun jasa. Fenomena ini dapat kita amati dari pada lingkungan sekitar kita; warung-warung penjaja panganan ta’jil tidak pernah sepi pembeli, hingar-bingar di pasar semakin riuh dan pengunjung pusat perbelanjaan semakin membludak.

Eskalasi konsumsi tanpa diikuti oleh peningkatan pasokan barang berdampak pada melonjaknya angka inflasi (kenaikan harga barang secara serentak), yang terjadi secara persisten setiap bulan Ramadhan. Melalui koordinasi dengan berbagai institusi, Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Aceh, senantiasa mengupayakan kecukupan pasokan, namun apabila tingkat konsumsi masyarakat tetap tidak terkendali, maka upaya pengendalian harga di Aceh tidak berjalan optimal.

Ada banyak alasan, mengapa tingkat konsumsi masyarakat di bulan Ramadhan cenderung melonjak tajam. Sebagian beralasan “menumpuk” energi saat sahur agar tetap segar sepanjang hari dan “balas dendam” dengan makan sebanyak-banyaknya dengan beraneka menu makanan pada saat berbuka untuk memuaskan perut yang lapar. Beberapa beranggapan bahwa terdapat kewajiban untuk mengenakan pakaian serba baru saat menyambut Idul Fitri. Beberapa berpendapat bahwa peningkatan belanja di bulan Ramadhan adalah suatu hal yang wajar karena terjadinya surplus kekayaan seiring dengan pencairan bonus hari raya.

Upaya pembelajaran
Fenomena seperti ini dapat mengakibatkan makna Ramadhan menjadi terdistorsi. Ibadah puasa yang seharusnya dimaknai sebagai upaya pembelajaran untuk menahan nafsu, namun malah menyeret kita untuk mengonsumsi secara berlebihan dan akhirnya berujung pada kemubaziran. Padahal konsumsi yang berlebihan adalah sifat yang tidak disukai Allah sebagaimana firman-Nya: “Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) mesjid, makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.”
(QS. Al-A’raf: 31).

Pemenuhan kebutuhan dasar manusia seperti sandang, pangan dan papan sejatinya dilaksanakan untuk mendukung pelaksanaan ibadah. Namun jika kita mengonsumsi kebutuhan dasar tersebut secara berlebihan, maka akan menjadi kontraproduktif dengan tujuan akhir tersebut. Makan secara berlebihan saat berbuka puasa seringkali menyebabkan kita mengantuk dan malas untuk melaksanakan ibadah.

PAKAIANKU.JANGAN iagr secara berlebihan dapat menjerumuskan umat pada perilaku ujub dan tabarujj (berlebihan dalam berhias) yang dilarang oleh Allah Swt.

Jika ditinjau dari sisi filsafat normatif, kegiatan mengkonsumsi berlebihan untuk memaksimalkan kebahagiaan atau mengurangi kebahagiaan termasuk ke dalam pola konsumsi utilitiarisme yang merupakan satu cabang dari aliran pemikiran hedonisme yang berorientasi kepentingan dunia saja. Sebagai umat muslim, kita hendaknya membentuk pola konsumsi yang islami, yaitu pola konsumsi yang berorientasi tidak hanya pada aspek duniawi, namun juga memperhatikan aspek pencapaian di akhirat.

Konsumsi kebutuhan dasar yang dilakukan pada pola konsumsi islami dilakukan secara secukupnya, tidak berlebihan dan menghindari kemubaziran dengan tujuan akhir untuk meningkatkan kualitas ibadah kita kepada Allah Swt. Mengonsumsi penganan berbuka secara cukup dan tidak berlebihan seyogyanya dapat meningkatkan energi untuk melaksanakan ibadah di kala malam seperti shalat Tarawih, mengaji/tadarus Alquran, shalat
[14/5 07:58] Agustitin: Mengelola keuangan dengan baik merupakan kunci kemaslahatan baik secara pribadi maupun yang memberikan dampak kepada sekitar. Dalam Islam, hal ini menjadi perhatian khusus bagaimana umat Islam dapat cerdas mengelola keuangan dalam keadaan dan situasi apapun. Disinilah letak perhatian Islam bagi permasalahan Ekonomi Umat yang sangat perlu kita teladani..
Sharianews.com, Bulan yang penuh berkah dan rahmat dari Allah SWT sudah semakin dekat. Berbondong-bondong umat muslim mempersiapkan segala sesuatunya demi menyambut bulan suci yang penuh berkah ini, hal ini sangat“wajar” terjadi khususnya di Indonesia karena bulan yang dinanti-nanti oleh umat muslim ini hanya ada satu kali dalam satu tahun yaitu pada bulan Ramadhan.

Bukan hanya cara penyambutannya yang harus dipersiapkan, namun dalam menyambut bulan Ramadhan pun tentunya membutuhkan persiapan diantarnya persiapan dalam pengelolaan keuangan. Mengapa? Bisa kita cermati bersama, setiap memasuki bulan Ramadhan akan terjadi lonjakan permintaan maupun penawaran, misalnya terhadap barang kebutuhan pokok yang tentunya dapat mengubah tatanan harga pasar dan memberikan dampak yang signifikan bagi ekonomi rakyat.

Seperti yang kita ketahui, mengenai hukum permintaan, yaitu “Jika harga barang naik, maka barang yang diminta akan menurun jumlahnya, namun sebaliknya jika harga barang turun tentu permintaan terhadap barang tersebut akan meningkat”. Begitu pula dengan hukum penawaran, yaitu “Jika harga barang naik, tentu jumlah barang yang akan ditawarkan akan banyak, sebaliknya jika harga barang turun maka untuk jumlah barang yang ditawarkan akan semakin menurun”. Begitulah secara teori menggambarkan kondisi mekanisme pasar yang terjadi, termasuk pada saat memasuki bulan Ramadhan.

Terkait dengan kondisi harga-harga barang yang tidak stabil, kita dianjurkan untuk mengelola keuangan dengan baik. Pengeluaran merupakan poin penting yang harus kita perhatikan saat bulan Ramadhan, karena hanya beberapa orang saja yang hanya mampu mengatur pengeluarannya dengan tepat. Dengan demikian kita harus menggerakkan pola hidup sederhana sebagaimana dalam Islam telah diatur untuk menerapkan pola hidup sederhana seperti ayat berikut “ … makan dan minumlah, tetapi jangan berlebihan. Sungguh, Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan.”(QS. Al-A’raf [7]: 31) (Dan dijelaskan pula dalam hadis berikut: “Dari Amr bin Syu’aib dari kakeknya bahwa Rasulullah saw. Bersabda, “Makanlah, minumlah, dan berpakaianlah tanpa ada kesombongan dan berlebihan.” (H.R. Ahmad: 6421).

Bulan Ramadhan merupakan momen yang tepat untuk berkumpul bersama orang-orang tersayang, baik itu keluarga, reuni teman SMA, teman kuliah dan masih banyak lagi. Kegiatan tersebut rutin dilakukan setiap tahunnya. Coba perhatikan, berapa banyak biaya yang harus dikeluarkan untuk hadir dalam kegiatan buka bersama? Belum cukup sampai disana, kalian juga perlu tahu bahwa akan ada biaya lainnya yang menanti misalnya, di akhir bulan nanti kalian akan mempersiapkan biaya transportasi untuk mudik, belanja keperluan hari raya, belanja oleh-oleh dan lainnya. Adakah cara untuk mengatasi segala keperluan tersebut? Bagaimana agar aktivitas bulan Ramadhan kita berjalan dengan lancar tanpa harus pusing memikirkan defisit atau dompet menipis?

Mari kita simak hal yang bisa kita lakukan untuk meminimalisir pengeluaran di bulan Ramadhan nanti..

Ada beberapa tips mengelola keuangan saat Ramadhan:

Membuat list atau catatan belanja
Bagi sebagian orang hal ini merupakan hal yang sepele atau bisa dikatakan sudah sering dijumpai bahkan diantara kalian sudah ada yang menerapkannya. Catatan yang dimaksud disini bukan sekedar catatan, tapi benar-benar sesuai dengan apa yang dibutuhkan bukan apa yang diinginkan. Seperti yang kita ketahui dalam ekonomi konvensional mereka terpaku pada ‘keinginan’ enggebu dalam melakukan segala sesuatunya, hal tersebut sangat berbanding terbalik dengan cara pandang Islam yang lebih mengajarkan bahwa ambilah dan dapatkan sesuai yang dibutuhkan. Oleh karena itu, sebelum berbelanja alangkah baiknya membuat
[14/5 07:59] Agustitin: Berbuka puasa tidak perlu mewah, asalkan nikmat dan berkah
Saat Ramadhan tiba, tidak sedikit orang yang benar-benar memahami makna berbuka puasa. Momen berbuka puasa bukanlah ajang untuk bermewah-mewahan ataupun untuk sekedar melepas dahaga. Sebab ada rahmat dan keberkahan yang Allah turunkan ketika kita berbuka puasa, sebagaimana dalam hadis: “Orang yang berbuka puasa mempunyai dua kebahagiaan yang bisa ia rasakan: kebahagiaan ketika ia berbuka dan kebahagiaan ketika ia bertemu dengan Rabb-nya karena puasa yang dilakukannya.”(H.R. Bukhari dan Muslim).

 Dari penjelasan tersebut mengajarkan bahwa esensi dari berbuka puasa bukanlah dari kemewahannya, tempat atau bahkan harganya. Namun, dengan kesederhanaan, berbuka puasa akan jauh lebih bermakna. Rasulullah saw juga telah mencontohkan bagaimana beliau berbuka puasa hanya dengan kurma atau jikalau tidak ada hanya dengan seteguk air.

Persiapan mudik hari raya
Mudik atau biasa dikenal dengan pulang kampung merupakan sebuah tradisi tahunan yang terjadi menjelang hari raya seperti lebaran idul fitri. Perjalanan itu pun memerlukan persiapan yang cukup banyak, terutama dalam hal biaya transportasi. Bagi mereka pengguna pesawat, kereta api, dan lainnya harus dari jauh-jauh hari melakukan pemesanan tiket agar dapat memangkas biaya. Terlebih lagi jika menggunakan fasilitas tambahan seperti hotel.

Selain itu, kalian juga pasti mempersiapkan pengeluaran setibanya di kampung alaman mulai dari hidangan tamu, kue-kue lebaran, dekorasi rumah dan baju pada hari raya. Untuk menyiasati hal tersebut kalian juga bisa mencari resep-resep agar dapat menghidangkan makanan sendiri, tanpa harus membeli di luar yang sudah tentu harganya jauh lebih mahal. Begitu pula dengan barang keperluan lainnya seperti jika kalian masih memiliki pakaian lama yang masih layak untuk dipakai menjadi salah satu alternatif berhemat.

Bagi-bagi THR (Tunjangan Hari Raya)
Tradisi ini sudah sangat melekat dan diingat. Ada kebahagiaan tersendiri yang dirasakan ketika mendapatkan ataupun membagikan THR. THR atau yang disebut dengan tunjangan hari raya biasanya dibagikan kepada saudara dan kerabat dekat. Namun ada yang perlu diingat bahwa jangan sampai tradisi ini menjadi masalah bagi kalian. Contohnya masih ada tunggakan hutang yang belum dibayar. Rugikan jika kalian lebih memprioritaskan hal yang akan membuat sengsara nantinya?

Oleh sebab itu, lebih baik kamu utamakan terlebih dahulu untuk mulai menyelesaikan persoalan pribadi. Selain itu, jangan lupa sisakan uang untuk zakat dan tabungan. Karena momen Hari Raya ini bukanlah momen masing-masing yang membuat terasa asing melainkan momen berbagi sesama ciptakan kebersamaan. Bahkan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menegaskan bahwa “Sedekah tidaklah mengurangi harta.”(H.R. Muslim No. 2558, dari Abu Hurairah).

Itulah sedikit tips yang bisa dibagikan untuk teman-teman semua, semoga bermanfaat dan dapat  berguna untuk umat. Salam Ekonom Rabbani..

Bulan Ramadhan merupakan bulan suci yang penuh ampunan dan berkah. Sehingga banyak orang orang berlomba-lomba melakukan kebaikan dengan tujuan meningkatkan pahala dan meraih surga.

Romadon juga merupakan bulan peningkatan ritual keagamaan yang tinggi, yang mempunyai program sahur hingga buka yang memfasilitasi syar di bulan Ramadhan,..

Jauh hari sebelum masuk bulan Ramadhan, sudah membaca informasi kemungkianan akan terjadinya kelangkaan daging sapi dan jika tidak ditangani pemerintah dengan baik, saat Idul fitri harga daging sapi bisa menembus harga Rp. 100.000. Wuih harga yang tinggi dalam situasi perekonomian rakyat yang tidak menjanjikan. Saat ini harga daging sapi sudah menyentuh Rp. 85.000.

Sebenarnyanya Walaupun sebagian masyarakat mengatakan tak ada rendang sapi pun tak apa-apa tapi hari pertama puasa, pasar tradisiona penuh dan bahan makanan daging/ayam, laris manis. Termasuk cabai, bawang merah, bawang putih serta kelapa sebagai bahan pelengkapnya. Saya sempat menyesalkan diri tidak membwa camera saat belanja hari pertama puasa. Saya ikut belanja karena tukang sayur gerobak yang biasa lewat depan rumah tidak berjualan saat puasa.

Pedagang bertahan dengan harga tinggi dengan alas an dari sananya mahal. Toh kenyataannya pembeli tetap ada. Jadi kalau dibilang rakyat pada susah, kenyataannya walau mahal tetap di beli. Bagi sebagian orang lebih baik mahal tapi ada daripada tidak ada sama sekali. Seperti ketika terjadi kelangkaan susu formula/kaleng saat krisis moneter tahun 1997. Harga susu formula melambung tinggi tapi sulit ditemui di pasaran. Kondisi seperti itu sangat merepotkan para ibu yang waktu itu baru melahirkan dan mempunyai bayi tapi tidak bisa memberikan ASI,.

Bagi kalangan ekonomi bawah tidak ada masalah karena memang tidak mampu membeli. Bagi kalangan ekonomi atas juga tidak ada masalah karena mampu dan bisa dibeli. Sedangkan ekonomi menengah dihadapkan pada pilihan yang sulit. Uang ada hanya sedikit. Tidak akan mampu membeli semua. Alhasil harus dipilih berdasarkan prioritas. Menentukan prioritas di bulan puasa dan menjelang Idul Fitri bukanlah sebuah situasi yang mudah. Maka tidak heran jika terjadi krisis ekonomil.

Pusat-pusat perbelanjaan terus menghipnotis dan menjanjikan berbagai potongan harga khusus. Walaupun para pemuka agama mengingatkan tidak penting baju dan sepatu baru, kenyataan anak-anak tidak mau mengerti. Baju dan sepatu baru adalah harga mutlak saat Idul Fitri. Biarpun ada yang namanya THR/Tunjangan Hari Ray. Karena THR yang diterima tidak berarti apa-apa dengan harga yang dilabelkan pada pakaian dan sepatu di pusat perbelanjaan.

Seorang kawan membagikan tipsnya pada saya untuk mengatasi situasi seperti itu. Jauh-jauh hari sebelum bulan puasa, kira-kira 2-3 bulan, saat ada potongan harga di pusat perbelanjaan, kawan saya sudah mulai mencicil membeli baju, sepatu dan perlengkapan sholat untuk bulan puasa maupun Idul Fitri. Baik untuk dirinya, kedua anaknya juga suami. Bahkan untuk keluarga dekat dan orang-orang yang membantunya. Untuk kedua anaknya, ia membeli baju, sepatu atau sandal yang besarnya 1-2 nomor dari ukuran si anak lalu disimpan.

Keuntungannya dengan belanja 2-3 bulan sebelum puasa, tidak ada pengeluaran mendadak dalam jumlah yang besar. Karena anggaran diambil dari anggaran belanja rutin. Memiliki anak-anak dalam usia pertumbuhan, memang selalu membutuhan pakaian dan sepatu dalam rentang waktu yang cepat akibat dari pertumbuhan fisiknya. Selain itu belanja 2-3 bulan sebelum puasa dapat memilih barang dengan tenang karena pusat perbelanjaan belum penuh.

Soal harga pasti lebih murah karena bisa belanja saat pusat perbelanjaan menggelar potongan harga. Artinya tidak ada batasan kapan harus belanjanya. Belanja dapat dilakukan saat waktu luang, Jadi bukan disediakan waktu secara khusus. 

Baca Selanjutnya

DARI PENULIS

BERITA TERKAIT

IKLAN

TERBANYAK DIBACA

BACA JUGA