Berbuka karena mengira sudah waktunya, tahunya belum waktu berbuka puasa||edisi ke-13 1443 H

Berbuka karena mengira sudah waktunya, tahunya belum waktu berbuka puasa||edisi ke-13 1443 H

Bersegera dalam berbuka puasa Ramadhan adalah perbuatan yang disunnahkan. Namun dibalik kesunnahan tersebut terkadang bisa membawa orang menjadi salah memahami arti dari bersegera dalam berbuka puasa.

Karena memahami bersegera dengan arti buru-buru dalam berbuka, belum lagi didorong oleh rasa haus dan lapar, menjadikan makna bersegera berbuka menjadi semakin terburu-buru. Karena terburu-buru ingin berbuka, membuatnya kurang begitu memperhatikan kepastian masuknya waktu berbuka. Akhirnya, belum masuk waktunya berbuka, sudah buka duluan.

Dalam berbuka puasa hendaklah berhati-hati dalam menentukan waktu berbuka telah tiba. Kalau masih ragu, maka sebaiknya menunggu waktu berbuka benar-benar telah masuk. Tidak mengapa memastikan beberapa muadzin telah mengumandangkan adzan baru berbuka puasa. Insyaallah hal itu tidak mengurangi pahala bersegera dalam berbuka puasa. Karena yang dimaksud dengan bersegera dalam berbuka adalah membuka puasa dengan segera setelah jelas masuk waktunya berbuka.

Pentingnya memastikan sudah benar-benar masuk waktu berbuka puasa harus menjadi perhatian bagi orang yang berpuasa, karena apabila dia berbuka puasa sementara waktu berbuka belum masuk, maka puasanya batal dan harus diganti pada hari yang lain. Hukum yang sama juga bagi orang yang sahur sementara waktu subuh sudah masuk, maka puasanya batal. Keterangan ini dapat dilihat pada kitab al-Majmu’ ala Syarh al-Muhadzab:

ولو أكل ظانا غروب الشمس فبانت طالعة أو ظانا أن الفجر لم يطلع فبان طالعا صار مفطرا هذا هو الصحيح الذي نص عليه الشافعي وقطع به المصنف والجمهور وفيه وجه شاذ أنه لا يفطر

Jika seseorang makan karena menyangka matahari telah terbenam. Lalu tampak (padanya) ternyata matahari masih terlihat, atau ia makan karena menyangka fajar belum terbit, namun ternyata telah terbit, maka puasanya menjadi batal. Hukum ini adalah hukum yang sahih dan telah di nash oleh Imam Syafi’i, serta telah dipastikan (kebenarannya) oleh Mushannif (pengarang) dan mayoritas ulama. Namun terdapat pendapat yang syadz (tidak di pertimbangkan) bahwa puasa tersebut tidak batal” (Syekh Yahya bin Syaraf an-Nawawi, al-Majmu’ ala Syarh al-Muhadzab, juz 6, hal. 306)

Dalam sebuah hadits dijelaskan juga tentang batalnya puasa orang yang berbuka sebelum Maghrib (sebelum masuk waktu berbuka), dan wajib baginya mengqadha’ puasa.

عَنْ أَسْمَاءَ بِنْتِ أَبِي بَكْرٍ قَالَتْ أَفْطَرْنَا يَوْمًا فِي رَمَضَانَ فِي غَيْمٍ فِي عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثُمَّ طَلَعَتْ الشَّمْسُ قَالَ أَبُو أُسَامَةَ قُلْتُ لِهِشَامٍ أُمِرُوا بِالْقَضَاءِ قَالَ وَبُدٌّ مِنْ ذَلِكَ

Dari Asma binti Abu Bakar, ia berkata, “Pada masa Rasulullah SAW, kami pernah berbuka puasa Ramadhan pada saat hari sedang mendung. Namun tiba-tiba matahari muncul.” Abu Usamah (perawinya) berkata, “Aku bertanya kepada Hisyam, ‘Apakah mereka disuruh menqadha?’ Hisyam berkata, ‘Ya, harus diqadha!’.” (Shahih: Bukhari)

Wallahu A’lam
Fath

Baca Selanjutnya

DARI PENULIS

BERITA TERKAIT

IKLAN

TERBANYAK DIBACA

BACA JUGA