Prof Dr Harapandi : Etika Berteman

Prof Dr Harapandi : Etika Berteman

 Tiga orang teman; Harta yang akan engkau tinggalkan, keluarga yang akan menjauhimu dan amal saleh yang sentiasa bersamamu (Ibn ‘Athaillah:357).
 
ٱلۡأَخِلَّآءُ يَوۡمَئِذِۢ بَعۡضُهُمۡ لِبَعۡضٍ عَدُوٌّ إِلَّا ٱلۡمُتَّقِينَ  

Tafsirnya: “Teman-teman akrab pada hari itu sebagiannya menjadi musuh bagi sebagian yang lain kecuali orang-orang yang bertakwa.
 
Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda yang bermaksud: “Ada tiga kelompok yang akan mengikuti mayat: keluarga, harta dan amal saleh. Dua kembali meninggalkannya dan hanya satu yang akan selalu bersamanya di alam kubur hingga menghantarkannya ke dalam surga”.

Kebiasaan menjalankan amal soleh sangat dipengaruhi oleh tingkat keimanan dan kekuatan persahabatan. Kerana itulah Ibnu Mas’ud berkata; “Nilailah seseorang itu dengan siapa ia berteman kerana seorang Muslim akan mengikuti Muslim yang lain dan seorang fajir akan mengikuti orang fajir yang lainnya.” (Al Ibanah 2/477).

Lanjut beliau: “Seseorang itu akan berjalan dan berteman dengan orang yang dicintainya dan mempunyai sifat seperti dirinya. “Nilailah seseorang itu dengan temannya sebab sesungguhnya seseorang tidak akan berteman kecuali dengan orang yang mengagumkannya (kerana seperti dia).” (Al Ibânah 2/477.)

Dari Abu Musa Al-Asy’ariy  Radhiyallahu ‘Anhu  berkata, Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda:

مَثَلُ الْجَلِيسِ الصَّالِحِ وَالسَّوْءِ كَحَامِلِ الْمِسْكِ وَنَافِخِ الْكِيرِ، فَحَامِلُ الْمِسْكِ إِمَّا أَنْ يُحْذِيَكَ، وَإِمَّا أَنْ تَبْتَاعَ مِنْهُ،  وَإِمَّا أَنْ تَجِدَ مِنْهُ رِيحًا طَيِّبَةً،  وَنَافِخُ الْكِيرِ إِمَّا أَنْ يُحْرِقَ ثِيَابَكَ،  وَإِمَّا أَنْ تَجِدَ رِيحًا خَبِيثَة.
Maksudnya: “Perumpamaan teman duduk yang salih dan buruk adalah seperti penjual minyak wangi dan tukang pandai besi. Adapun penjual minyak wangi, bisa jadi ia akan memberimu minyak wangi, atau kamu akan membeli darinya atau kamu akan mendapat bau harum darinya. Adapun tukang pandai besi, bisa jadi ia akan membuat pakaianmu terbakar, atau kamu akan mendapat bau yang tidak sedap darinya.” (Bukhari dan Muslim).
 
 
Berteman dengan Orang Shâlih

Berteman dengan teman shalih, duduk-duduk bersamanya, bergaul dengannya, mempunyai keutamaan yang lebih banyak dari pada keutamaan duduk dengan penjual minyak wangi. Kerana duduk dengan orang shalih dapat memberikan manfaat untuk agama dengan nasihat dan ilmunya.

Sesungguhnya seseorang akan mengikuti sahabat atau teman duduknya, dalam hal tabiat dan perilaku. Keduanya saling terikat satu sama lain dalam kebaikan ataupun sebaliknya. (Bahjah Quluubil Abrar, 119). Seseorang, akan dinilai sesuai dengan siapakah yang menjadi teman dekatnya, sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam:

اَلْمَرْءُ عَلَى دِيْنِ خَلِيْلِهِ فَلْيَنْظُرْ أَحَدَكُمْ مَنْ يُخَالِلْ
Maksudnya: “Seseorang itu menurut agama teman dekatnya, maka hendaklah kalian melihat siapakah yang menjadi teman dekatnya”. (HR. Abu Daud). 
Kerana begitu besar peranan seorang teman dalam kehidupan manusia khasnya dalam berugama, maka Al-Syaikh al-Zurnuji dalam kitab ta’lim al-Muta’allim menyebutkan beberapa perkara dalam memilih seorang teman;
Pertama; teman yang rajin, bukan yang pemalas. Rajin dalam belajar, rajin (taat) beribadah.

Kedua; teman mesti yang wara’, ini bererti menjaga dirinya (zahir dan batin) dari perkara al-muharramât dan al-makruhât.

Ketiga; teman yang memiliki sifat (tabi’at) yang baik (al-mustaqîm) dan saling memahami (al-tafahhum).

Keempat; hindari teman yang malas, kerana kemalasan dapat mengakibatkan kebodohan.

Kelima; hindari teman yang suka menganggur (tidak aktif bekerja). Bekerja bermaksud akal dan fikirannya berjalan tidak statis.

Keenam; hindari teman yang “perusak”, termasuk pembohong dan mereka yang memiliki perangai jahat.

Ketujuh; hindari teman penebar fitnah, adu domba antara sesama, bahkan memiliki kecenderungan bermuka dua. (Ta’lim al-Muta’allim; 32).

عَنِ الْمَرْءِ لاَ تَسْأَلْ وَأَبْصِرْ قَرِيْنَهُ     فَإِنَّ الْقَرِيْنَ بِالْمُقَارِنِ يَقْتَدِيْ
فَإِنْ كَانَ ذَا شَرٍّ فَجَنِّبْهُ سُرْعَةً         وَإِنْ كَانَ ذَا خَيْرٍ فَقَارِنْهُ تَهْتَدِيْ
لآ تَصْحَبْ الْكَسْلاَنَ فِيْ حَالاَتِهِ      كَمْ صَالِحٍ بِفَسَادِ آخَرَ يَفْسُدُ
عَدْوَ الْبَلِيْدِ إِلَى الْجَلِيْد سَرِيْعَةٌ        كَالْجَمْرِ يُوْضَعُ فِيْ الَّرمَادِ فَيَخْمُدُ

Maksudnya: “Janganlah anda bertanya daripada seseorang (tentang kebaikannya), tetapi lihatlah siapa teman pergaulannya. (ketahuilah) bahawa sesungguhnya seorang teman dapat diketahui (baik atau tidaknya) melalui teman sepergaulannya, jika temannya orang-orang (berperilaku) jahat, jauhilah ia, namun jika temannya (berakhlak) mulia dekatilah ia, kerana sesungguhnya ia akan memberikan manfaat bagimu. Janganlah engkau bersahabat dengan pemalas, kerana dia akan membawamu pada kejahilan, berapa banyak orang-orang baik (rajin) yang berteman dengan orang-orang malas terjangkit dengan mudah oleh virus kemalasan seperti halnya bara api yang dengan mudah membakar sesuatu yang kering di dekatnya”.
 
Nasihat tersebut memberi amaran kepada kita untuk selalu berhati-hati dalam memilih teman, jangan hanya melihat penampilan zahirnya saja, melainkan lihatlah terlebih dahulu siapa teman-teman sepergaulannya. Teman yang baik akan dapat memberikan arahan dan nasihat agar sentiasa dekat dengan Allah, sebaliknya teman yang jahat ialah mereka yang berbahagia jika kita jauh dari Sang Khaliq.

Alangkah jahilnya orang-orang pandai dan berakal cerdik begitu mudahnya ia terpengaruh dengan orang-orang bodoh sama seperti bara api yang menyala-nyala dengan mudahnya padam jika dimasukkan ke dalam abu dan debu. Begitulah keadaan orang cerdik pandai, jika ia bergaul dengan orang-orang bodoh, dengan segera iapun akan menjadi bodoh.

“Sesungguhnya teman yang jahat itu lebih berbahaya daripada ular yang berbisa. Aku bersumpah dengan sebenar Zat Allah Ta’ala yang bernama Somad dan Maha Suci-Nya, teman yang jahat itu membawa anda ke dalam neraka Jahannam, ambillah sahabat yang baik supaya dapat masuk jannatun Na’im bersamanya”. (Ta’lim al-Muta’allim:53-54).
 
Menurut al-allâmah Dr. Bakr bin Abdullah dalam kitab Hilyat Thâlib al-Ilm:

“Hati-hatilah dengan teman yang buruk (perangainya), sebagaimana kebiasaan orangtua bisa menurun, maka adab yang buruk pun dapat menular. Manusia bagaikan serombongan burung yang ditetapkan secara natural untuk saling menyerupai satu sama lain. Maka, hati-hatilah bergaul dengan orang-orang seperti itu, kerana bisa menjadi malapetaka. Dengan demikian, pilihlah sahabat dan teman yang bisa membantumu dalam pencarian ilmu, mendekatkan dirimu kepada Tuhanmu, yang sesuai dengan kemuliaan tujuan dan maksud, kerana itu bersikaplah selektif dalam memilih teman”.
 
Ungkapan tersebut bermaksud bahwa teman itu ibarat segerombolan burung (al-Thuyûr), satu sama lain saling menyerupai dan akan terbang bersama dalam kumpulan yang sama jenisnya, tidak akan dapat bersama dengan burung-burung yang lain. Manusia juga demikian adanya, jika kita baik maka akan bersama orang-orang baik, demikian juga sebaliknya, orang jahat akan selalu bersama-sama dengan orang jahat.

Rasulullah dalam sebuah haditsnya yang sangat populer di kalangan ahli ilmu bersabda yang bermaksud; “Perumpamaan teman yang saleh seperti penjual minyak wangi dan perumpamaan teman yang buruk (perangainya) seperti pandai besi” (HR. Bukhari).

Lanjut al-allâmah Dr. Bakr bin Abdullah, teman dibahagi menjadi tiga yakni teman kepentingan, teman bersenang-senang dan teman keutamaan. Dua dari tiga tipe teman akan sirna seiring dengan hilangnya sebab seperti hilangnya manfaat untuk yang pertama dan sirnanya nikmat pada yang kedua.

Sedangkan teman yang ketiga yakni teman yang menjadikan keutamaan (kemuliaan) dari segi agama dan akhlak akan tetap abadi hingga yaumul mahsyar.

Senada dengan ungkapan tersebut, baginda Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi Wasallam pernah bersabda yang bermaksud;
“Perumpamaan hubungan antara anak Adam dengan harta dan amalnya sebagaimana seseorang yang memiliki 3 orang kekasih. Salah satunya berkata kepadanya, ‘Aku bersama engkau selama engkau hidup. Maka jika engkau telah wafat, engkau bukan bagian dariku dan akupun bukan bagian darimu; itulah hartanya.’ Dan yang kedua berkata, ‘Aku bersama engkau. Maka jika engkau telah masuk ke dalam kuburmu, engkau bukan bagian dariku dan aku bukanlah milikmu lagi; dan itulah anaknya. Dan yang ketiga berkata, ‘Aku bersama engkau selama-lamanya, saat engkau hidup dan juga setelah matimu; itulah amalannya”.
 
Hadits tersebut memberikan gambaran bahwa pada saatnya akan kita ketahui siapa teman yang patut dijaga dan siapa pula yang mesti diabaikan.

Al-Syaikh Hâtim al-Asham saat ditanya oleh gurunya (al-Syaikh Syaqîq al-Balkhi) tentang manfaat yang dapat diperoleh selama ia bersama, Hâtim al-Asham berkata; aku mendapatkan beberapa perkara antara lain ialah;

“Aku tahu bahawa sahabat akan bersamaku jika kita masih sehat, lalu akan lari meninggalkanku ketika sakit menderita. Keluarga yang menyayangiku, setelah aku meninggal mereka kembali ke rumah lalu memperebutkan harta peninggalanku dan amal yang aku lakukan, ia sentiasa setia bersamaku dalam kubur, ia sedia membelaku saat Munkar dan Nakir bertanya kepadaku”. (Al-Ghazali; Ayyuhal Walad:21).

Baca Selanjutnya

DARI PENULIS

BERITA TERKAIT

IKLAN

TERBANYAK DIBACA

BACA JUGA