Prof Agustitin: Brexit, (Proses Britania Raya keluar dari Uni Eropa)

Prof Agustitin: Brexit, (Proses Britania Raya keluar dari Uni Eropa)

Keluarnya Britania Raya dari Uni Eropa (UE), disingkat Brexit (lakuran “Britain” dan “exit”), adalah kemungkinan (proses dan rencana) penarikan diri Britania Raya dari Uni Eropa sebagai hasil dari referendum Brexit yang diadakan pada Kamis 23 Juni 2016.

Referendum Brexit ini diadakan untuk memutuskan apakah Britania Raya harus meninggalkan keanggotaannya atau tetap tergabung dalam Uni Eropa.
] Referendum ini diikuti oleh 30 juta pemilih, yang berarti partisipasi total didalamnya mencapai 71,8% dari penduduk yang memiliki hak pilih di Britania Raya, hasilnya sendiri adalah 51,9% memilih untuk keluar dari Uni Eropa dan 48,1% memilih untuk tetap tergabung dengan Uni Eropa.

Sebagai salah satu tahapan untuk secara resmiAGUSTS08 meninggalkan Uni Eropa, Britania Raya diharuskan untuk meminta digunakannya Artikel 50 dari Perjanjian tentang Uni Eropa kepada Dewan Eropa, dan pada 29 Maret 2017, pemerintah Britania Raya resmi menggunakan Artikel 50 dan mengajukan penarikan diri kepada Dewan Uni Eropa. Sesuai dengan aturan yang tertulis dalam Artikel 50 mengenai waktu tenggang yang diberikan untuk negara yang berencana keluar dari Uni Eropa, Britania Raya diberikan waktu hingga tepat pada tengah malam tanggal 30 Maret 2019, Waktu Eropa Tengah, untuk secara resmi meninggalkan Uni Eropa

Pada 17 Januari 2017, Perdana Menteri Theresa May mengumumkan 12 pokok rencananya untuk meninggalkan Uni Eropa, May juga sekaligus memastikan bahwa nantinya Britania Raya tidak akan lagi tergabung dalam Pasar Tunggal dan Serikat Pabean Uni Eropa.
Bersamaan dengan itu, May juga berjanji untuk mencabut Undang-Undang Masyarakat Eropa tahun 1972, dan menggabungkan semua hukum dan aturan Uni Eropa yang masih berlaku kedalam hukum dan aturan Britania Raya.
May membentuk kementerian sendiri untuk mengatur mundurnya Britania Raya dari Uni Eropa, kementerian ini diberi nama Departemen untuk Keluar dari Uni Eropa (Department for Exiting European Union – DExEU) dan diresmikan pada Juli 2016, May juga menunjuk David Davis sebagai Sekretaris Negara memimpin departemen tersebut.[6] Perundingan antara pemerintah Britania Raya dan Uni Eropa pada akhirnya resmi dimulai pada 19 Juni 2017.

Menilik dari sejarahnya, Britania Raya sendiri mulai bergabung dalam Komunitas Eropa pada tahun 1973, meski begitu terdapat dorongan untuk melakukan referendum dari banyak pihak yang tidak setuju apabila Britania Raya bergabung dalam Komunitas Eropa, sehingga pada tahun 1975 diadakan referendum 1975, tetapi hasil dari referendum tersebut justru memenangkan pihak yang setuju untuk bergabung sehingga semakin melegitimasi kebijakan Britania Raya untuk tetap tergabung dalam Komunitas Eropa.[7] Di era 1970-an dan 1980-an, wacana untuk mengundurkan diri dari Komunitas Eropa utamanya banyak digalang oleh anggota dan tokoh-tokoh dari Partai Buruh dan Serikat Buruh.[8] Mulai era 1990-an, pendukung kuat dari wacana ini adalah Partai Kemerdekaan Britania Raya (UKIP) dan anggota-anggota dari Partai Konservatif yang memiliki pandangan “Eurosceptic”.

Untuk efek Brexit ini sendiri dalam jangka pendek, terdapat penelitian yang berfokus pada pengaruh kebijakan Brexit sejak diadakannya referendum hingga Juli 2017, penelitian ini mengungkapkan bahwa Britania Raya mengalami kerugian tahunan sebesar £404 untuk tiap rumah tangga rata-rata, kemudian menurunnya nilai mata uang pound sterling dimana nilai pound sterling masih 10% dibawah nilai sebelum referendum, lalu meningkatnya inflasi hingga 1,7%.[9] Banyak pakar riset ekonomi dunia yang beranggapan bahwa keluarnya Britania Raya dari Uni Eropa ini akan memiliki efek terhadap perekonomian Britania Raya, mereka memprediksi bahwa langkah Britania Raya ini akan mengurangi pendapatan ri

*Pro & Kontra Brexit*
*17/03/2016, 20:05*

Inggris akan menggelar referendum pada 23 Juni nanti untuk memutuskan apakah tetap atau keluar dari Uni Eropa. Desakan agar Inggris keluar cukup deras, namun tidak sedikit pula yang bersikeras untuk tetap dalam kesatuan Eropa.
 
Perdana Menteri David Cameron mengumumkan tanggal referendum itu pada 22 Februari lalu setelah mengadakan pembicaraan dengan pemimpin Eropa terkait keanggotaan Inggris. Cameron bernegosiasi dengan pejabat tinggi Eropa agar memberikan status istimewa pada Inggris dalam Uni Eropa, sebagai upaya untuk tetap tergabung dalam blok tersebut.
 
Dalam pembicaraan yang berlangsung 24 jam, Cameron berhasil meyakinkan Eropa untuk menyetujui dengan persyaratan yang diajukan agar Inggris tidak keluar. Kesepakatan ini, menurut Cameron, mempermudahnya meyakinkan publik agar memilih tetap berada di UE. Cameron berargumen menjadi bagian dalam blok itu baik untuk ekonomi Inggris. Tapi penentangnya terus mendesak keluar, karena menganggap keanggotaan itu buang-buang uang, banyak birokrasi dan menyebabkan datangnya banyak migran.
 
Kalangan yang kontra Brexit, atau yang mendukung tetap bergabung dalam Uni Eropa. beralasan taruhannya besar. Memang, dalam bidang investasi, Uni Eropa adalah sumber investasi asing langsung di Inggris. Total investasi mencapai $708 miliar pada 2014, atau hampir separuh investasi asing di Inggris. Dalam hal niaga, perdagangan dengan Uni Eropa sangar penting bagi ekonomi Inggris, di mana 45% ekspor Inggris mengalir ke sana, bernilai $330 miliar. Sebaliknya, 53% impor Uni Eropa dikirim ke Inggris, bernilai $413 miliar. Perdagangan ini menciptakan banyak lapangan kerja, sekitar 3,4 juta orang Inggris bergantung pada ekspor ke Uni Eropa, menurut data European Institute.
 
Sedangkan kalangan yang mendukung keluar mengatakan regulasi Uni Eropa memberikan beban besar dan mahal pada bisnis Inggris. Berdasarkan hasil studi yang dilakukan Open Europe, menemukan bahwa 100 regulasi paling memberatkan Inggris menyebabkan kerugian 33 miliar pound, atau $47 miliar, per tahun.
 
Migrasi juga menjadi isu kunci perdebatan. Menjadi bagian Uni Eropa berarti migran blok itu bisa mendapat akses luar pada lapangan kerja di Inggris. Sekitar 3 juta orang kebangsaan Eropa bekerja di Inggris dan duapertiganya bekerja. Angka itu lebih dari dua kali lipat 1,3 juta migran Inggris yang tersebar hidup di Uni Eropa.
 
Hal lain yang turut disebut sebagai alasan Brexit adalah anggaran. Uni Eropa punya anggaran bersama dan Inggris adalah net contributor, artinya lebih banyak yang keluar dari yang diterima. Tahun lalu, selisih anggaran itu untuk Inggris adalah 8,5 miliar pound. Meski kecil, atau hanya 1% PDB, fakta Inggris sebagai net contributor-lah yang membuat banyak orang geram. 

Baca Selanjutnya

DARI PENULIS

BERITA TERKAIT

IKLAN

TERBANYAK DIBACA

BACA JUGA