Prof DR Harapandi:  MENGAJI

Prof DR Harapandi:  MENGAJI

 

“Awali hidupmu dengan al-Qur’an dan
akhiri pula dengan al-Qur’an” (Harapandi Dahri)

Setiap hari berganti ia akan berkata; Wahai anak Adam engkau berjalan di atasku, tetapi engkau tiada merasa bersalah saat perbuatan maksiat engkau lakukan (Hadts Qudsi)
Hari datang dan pergi, minggu bertukar kembali, bulan silih berganti, Harapandi kecil mulai berlajar mengaji. Guru Amak Ahmad Rifa’i Allu yarham seorang yang ‘alim dan terhormat di kampoeng kami, beliau memberikan bimbingan pengajian al-Qur’an dan ilmu-ilmu agama kepada anak-anak kampoeng, karena jumlah anak di kampoeng Semat terhitung banyak, maka beliau dibantu guru Sahman dan Ahmad Rifa’i putra dari guru sepuh.

Kepada merekalah dipercayakan seluruh anak-anak penduduk kampoeng semat, pada merekalah Harapandi kecil berguru ilmu agama khususnya al-Qur’an al-Karim.
Secara giografis kampoeng Semat terbagi menjadi dua bagian Semat Timuk (timur) berada di seberang timur sungai dan Semat Bat (barat) berada di seberang barat sungai. Namun tempat pengajian ilmu-ilmu agama termasuk al-Qur’an hanya terkonsentrasi di Semat Timuk (timur), hal ini disebabkan karena guru-guru mengaji dan ahli agama berdomisili di tempat ini.

Melihat kenyataan yang demikian itu, maka tempat mengaji terbagi menjadi tiga tempat yakni di bagian utara dibimbing oleh guru Sahman, bagian selatan dibimbing oleh guru Ahmad Rifa’i dan di Masjid Nurul Iman sebagai pusat “center” dibawah asuhan guru sepuh yakni Amak Ahmad Rifa’i.

Kampoeng semat ini juga dijadikan sebagi markas mengaji dan ilmu-ilmu agama untuk kebanyakan anak-anak dari kampoeng yang berdekatan dengan kampoeng semat seperti Tinggar Timuk dan kampoeng Tinggar Daya (utara). Mereka bergabung dengan anak-anak dari kampoeng semat.

Harapandi kecil juga mengaji dengan teman-teman lain, namun pada waktu-waktu tertentu iapun mengaji secara khusus dibawah asuhan guru sepuh Amak Ahmad Rifa’i di masjid.
Selepas salat maghrib dan sebelum salat Isya’ Harapandi kecil dipanggil dan diminta membaca (mengeja) huruf-huruf Hijaiyyah al-Qur’an dengan metode Bagdhadiyyah. Huruf demi huruf ditanyakan oleh sang guru ia pun menjawab dengan baik dan benar, namun untuk menguji kekuatan dan kesahihan pengetahuan Harapandi sang guru berkata kepadanya;
Benarkah huruf “ba’” memiliki titik satu dibawah, huruf “ta’” memiliki titik dua di atas dan huruf “tsa’” memiliki titik tiga di atas?, Harapandi menjawab dengan penuh keyakinan “benar” Ustaz.

Sang guru mengatakan berani dipenggal lehermu?, Harapandi pun menjawab “berani”. Lalu untuk memberikan rasa takut, Sang Guru meminta diambilkan pisau, lantas bertanya kembali;
“Benar atau tidak huruf-huruf tersebut?, Harapandi tetap mengatakan “benar” sekalipun diancam dengan pisau, lalu setelah melihat keteguhan pemahaman Harapandi sang gurupun merasa puas dan bahagia.
Keteguhan pendapat yang disuarakan sejak kecil tetap dilestarikan hingga kini. Konsistensi atau dalam Islam lebih dikenal dengan istilah al-istiqamah menjadi landasan dan pijakan mendasar bagi setiap orang yang memiliki keimanan. Al-istiqamah khairun min alfi karomah (sikap konsisten) lebih baik daripada (diberikan) seribu keajaiban.

Bahkan Allah Subhanahu Wa Ta’ala menegaskan dalam al-qur’an surat Fushilat:30,
Artinya: “Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: “Tuhan kami ialah Allah” kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat akan turun kepada mereka dengan mengatakan:”Janganlah kamu takut dan janganlah merasa sedih; dan gembirakanlah mereka dengan jannah yang telah dijanjikan Allah kepadamu”.
Sikap istiqamah yang telah terbangun sejak kecil, dikuatkan dengan ayat al-Qur’an tersebut, setelah dewasa sikap ini semakin kuat terhujam dalam berbagai sikap keagamaan maupun sosial.

Ditegaskan pula oleh Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi Wasallam dari berbagai haditsnya, antara lain;
Artinya:”Dari Aisyah Radliyallahu Anha, berkata: Nabi pernah ditanya:”Manakah amal yang paling dicintai Allah? Beliau bersabda:”Yang dilakukan secara terus menerus meskipun sedikit”. Beliau bersabda lagi : ”Dan lakukanlah amal-amal itu, sekadar kalian sanggup melakukannya.” (HR. Bukhari)
Melihat teks hadits tersebut, sikap istiqamah yang dibangun selama ini semakin mendapatkan kemantapan karena berbagai rujukan juga telah membenarkan dan menguatkan amalannya.

Amalan –walau sedikit– yang dijalankan secara terus-menerus (kontinu) jauh lebih dicintai Allah dan rasulNya daripada amalan yang banyak tetapi tidak istiqamah.

Baca Selanjutnya

DARI PENULIS

BERITA TERKAIT

IKLAN

TERBANYAK DIBACA

BACA JUGA