Prof Dr Harapandi : Ilmu yang Berkesan

Prof Dr Harapandi : Ilmu yang Berkesan

Jadilah orang yang berilmu (‘Aliman), atau penuntut ilmu (Muta’alliman) atau pendengar ilmu (Mustami’an) dan jangan jadi yang keempat (Jahilan), maka engkau akan celaka.

اَلْعِلْمُ النَّافِعُ يَلْزُمُ الْخَشْيَةَ مِنَ اللهِ وَالْعِلْمُ النَّافِعُ هُوَ الْقَاهِرُ لِلْهَوَى الْقَانِعُ لِلنَّفْسِ وَالْعِلْمُ النَّافِعُ هُوَ الَّذِيْ يُسْتَعَانُ بِهِ عَلَى طَاعَةِ اللهِ
(ابن عطاء الله في تاج العروس)

Maksudnya: “Ilmu yang bermanfaat ialah ilmu yang dapat menguatkan rasa takut kepada Allah Azza Wajalla, ilmu yang berguna ialah ilmu yang dapat mengalahkan ajakan nafsu dan ilmu yang berfaedah ialah ilmu dijadikan media untuk selalu berbuat taat kepada Allah”.
 
Keberkatan ilmu tercermin dalam tiga hal utama yakni dapat memberikan dan menguatkan rasa takut kepada Allah, mampu mengalahkan ajakan hawa nafsu untuk melakukan perbuatan maksiat dan memberikan faedah untuk meningkatkan ketaqwaan kepada Rabbul Izzati.

Ketika tiga hal yang ditegaskan oleh al-Syaikh Ibn ‘Athaillah tersebut dapat dirasakan pada ilmu yang telah dihasilkan, maka ilmu itulah yang dinamakan ilmu berkat, jika sebaliknya, ilmu tiada memberi rasa takut, tiada membantu mendekatkan diri kepada yang Maha Kuasa dan tiada dapat menangkal ajakan-ajakan hawa nafsu, maka ilmu tersebut akan mengundang murkanya Allah. Nauzu billah min zalik.

Dan dalam ungkapan lain dengan maksud yang sama al-Syaikh berkata;

خَيْرُ الْعِلْمِ مَا كَانَتْ الْخَشْيَةُ مَعَهُ (ابن عطاء الله في الحكم)

Maksudnya: “Sebaik-baik ilmu adalah ilmu yang dapat merangsang kita untuk selalu takut (taqwa) hanya kepada Allah Sang Maha Pencipta”.

لَوْكاَنَ لِلْعِلْمِ صُوْرَةٌ لَكَانَتْ صُوْرَتُهُ أَحْسَنُ مِنْ صُوْرَةِ الشَّمْسِ وَالْقَمَرِ وَالنُّجُوْمِ وَالسَّمَاءِ ( المنهج السوي:٩٠)

Maksudnya: “Sekiranya ilmu itu berwujud (memiliki bentuk seperti tubuh), niscaya keindahan bentuknya jauh lebih baik dibandingkan matahari, bulan, bintang dan juga langit (sebagai tempat keindahan yang ditampilkan melalui kelap-kelipnya bintang)”.
 
Ungkapan yang sangat dahsyat, ilmu itu abstrak (tiada berbentuk, tiada pula dapat dirasa), sekiranya berbentuk maka ilmu jauh lebih baik dibandingkan makhluk-makhluk Tuhan yang sangat memberi faedah dalam keberlangsungan kehidupan alam raya.

Karena itulah, pemilik ilmu memiliki derajat yang jauh lebih utama dan tinggi dibandingkan makluk Allah yang lainnya, orang berilmu disejajarkan dan diangkat oleh Allah untuk menjadi saksi dihari kemudian. Orang berilmu memiliki tempat yang sangat agung yakni surga jannatin na’im.

قاَلَ ابْنُ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ: خُيِّرَ سُلَيْمَانَ عَلَيْهِ السَّلاَمَ بَيْنَ الْعَلْمِ وَالْمَالِ وَالْمُلْكِ، فَاخْتَارَ اْلعِلْمَ فَأَعْطَاهُ اللهَ الْمَالَ وَاْلمُلْكَ (مَعَ
الْعِلْمِ) (المنهج السوي:٩٠ ومثله في درة الناصحين:١٥)

Maksudnya: “Ibnu Abbas Radliyallahu anhu berkata; Nabi Sulaiaman diberikan pilihan oleh Allah, antara ilmu, harta dan juga kerajaan. Maka Nabi Sulaiman memilih ilmu, lalu Allah anugerahkan kepadanya harta dan juga jabatan”.
 
Jika diamati bahwa ilmu dapat menghasilkan harta dan juga pangkat, maka Nabi Sulaiaman tahu betul posisi ilmu karena itu ia memilih ilmu. Seandainya beliau memilih harta atau kerajaan (jabatan) maka Allah hanya akan memberikan apa yang ia pilih, tetapi karena ilmu, maka harta dan jabatanpun menjadi ikutan.

Dengan ilmu hidup kita menjadi mudah, sebab ilmu segala persoalan terselesaikan, melalui ilmu susah berubah menjadi senang dan dengan ilmu derajat manusia –disisi Allah- menjadi mulia.

Hidup bahagia di dunia dengan ilmu, hidup bahagia di akhirat dengan ilmu, hidup nikmat di dunia dan akhirat sebab ilmu. Hal tersebut telah ditegaskan imamuna al-Syafi’i dalam ucapan populisnya:
 
قَالَ الشَّافِعِيْ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ: مَنْ أَرَادَ الدُّنْيَا فَعَلَيْهِ بِالْعِلْمِ وَمَنْ أَرَادَ اْلآخِرَةِ فَعَلَيْهِ بِالْعِلْمِ فَإِنَّهُ يَحْتَاجُ إِلَيْهِ فِيْ كُلٍّ مِنْهُمَا (المنهج السوي:٩١ ومثله في البيان:١/٥٩)
Maksudnya: “Sesiapa yang ingin kehidupan dunia lebih baik hendaklah mencari ilmu, sesiapa yang menghendaki kebahagiaan hidup di akhirat hendaklah bersungguh-sungguh mencari (memahami) ilmu, kerana hanya dengan ilmulah manusia akan mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat”.
 
Syarat menggapai sebuah kebahagiaan dalam pandangan Imam al-Syafi’i ialah menguasai ilmu pengetahuan.  Ingin hidup di alam dunia dengan kebahagiaan tanpa ilmu adalah imposible, apalagi menggapai manisnya hidup akhirat tidak akan pernah (mustahil) tanpa ilmu pemngetahuan.  Ibadah yang dijalankan tanpa pengetahuan tertolak (mardûdatun), salat yang kita jalankan tanpa didasari  ilmu, hanya lelah, letih saja yang akan didapatkan.
Lebih jauh al-Habib Zain ibn Ibrahim ibn Smith dalam kitab al-Minhaj al-Sawi menjelaskan bahawa Allah akan memberikan dunia kepada orang yang disukai maupun mereka yang dibencinya, sedangkan ilmu hanya akan diberikan kepada mereka yang dicintai Allah.
 
أَنَّ الدُّنْياَ يُعْطِيْهَا اللهُ مَنْ يُحِبُّ وَمَنْ لَا يُحِبُّ، وَلاَ يُعْطِى اْلعِلْمَ إِلَّا مَنْ يُحِبُّهُ مِنَ اْلأَبْرَارِ (المنهج السوي:١١٠)
Maksudnya: “Ketahuilah bahawa sesungguhnya dunia diberikan kepada semua orang baik yang dicintai mahupun yang dibenci Allah, sedangkan ilmu hanya diberikan kepada orang-orang yang dicintai Allah”.
 
Kalimat tersebut bermaksud bahawa jika ingin dicintai Allah, maka cari dan tuntutlah ilmu, lalu setelah engkau dapatkan, amalkan sesuai dengan kemampuan yang kita miliki.
Imam Ali Karramallahu Wajhahu berkata bahawa ilmu jauh lebih mulia dibandingkan harta benda, ilmu akan menjagamu dari perkara yang dilarang Allah sedangkan harta engkaulah yang akan menjaganya dari para pencuri, ilmu akan terus berkembang jika diamalkan (dishare) sedangkan harta akan berkurang jika didistribusikan dan ilmu itu akan menjadi hakim (pemutus perkara) sedangkan pemilik harta akan menjadi terdakwa (dipertanyakan).
قَالَ اْلإِمَامُ عَلِي كَرَّمَ الَّلـهُ وَجْهَهُ: اَلْعِلْمُ خَيْرٌ مِنَ الْمَالِ، اَلْعِلْمُ يَحْرُسُكَ وَأَنْتَ تَحْرُسُ الْمَالَ، اَلْعِلْمُ يُزَكُّوْ عَلِى الْإِنْفَاقِ وَالْمَالُ تُنْقَصَهُ النَّفَقَةَ، اَلْعِلْمُ حَاكِمٌ وَالْمَالُ مَحْكُوْمٌ عَلَيْهِ  )المنهج السوي:٨٩ ومثله في النصائح الدينية:١٠٠).
Maksudnya: “Ilmu itu lebih baik daripada harta, ilmu menjagamu dan harta engkau yang menjaganya, ilmu bertambah ketika diajarkan (di-share) sedangkan harta berkurang saat dibagi dan ilmu itu hakim (yang bertanya) sedangkan harta akan dipertanyakan (al-mahkum)”.
 
Ungkapan tersebut menunjukkan betapa berharganya ilmu dan pemilik ilmu, mulianya pemilik ilmu tidak dapat dibandingsamakan dengan pemilik harta. Tetapi zaman modern, banyak orang memiliki persepsi terbalik, ia mencari dan menumpukkan harta untuk menjadikan dirinya penguasa, ia lupa bahwa harta dan kekuasaan tanpa ilmu sia-sia tak bermakna bahkan akan menjadi beban ketika menghadap ilahi rabbi.

Baca Selanjutnya

DARI PENULIS

BERITA TERKAIT

IKLAN

TERBANYAK DIBACA

BACA JUGA