Penulis : Husnatul Munawwaroh Hasibuan Mahasiswa Pendidikan Agama Islam Semester 1, STAI AL-AQIDAH AL-HASYIMIYYAH JAKARTA
Sinar5News.Com – Jakarta – Al-Qur’an merupakan firman Allah SWT yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw melalui malaikat jibril sebagai pedoman bagi kehidupanmanusia. Di dalamnya terdiri dari berbagai surat yang kesemuanya itu saratakan makna. Ibarat sebuah buku cerita, berjuta kata lafadz yang ada didalamnya mengandung makna yang berbeda-beda. Namun dari setiap maknakata (lafadz) tersebut tak jarang dijumpai sebuah kata (lafadz) yang maknanya begitu luas tanpa batasan, yang mana sebelumnya sudah dikaji terlebih dahulu oleh para ulama sehingga menghasilkan perluasan makna yang lebih meluas dari makna asalnya. Ada juga sebuah kata yang cakupan maknanya terbatas dan terkesan terpaku pada satu makna saja (makna asal). Untuk itulah dalam makalah ini kami akan membahas mengenai pembagian lafadz dari segikandungan pengertiannya. Yang diantaranya membahas mengenai Mutlaq dan Muqayyad.
Maka dalam memahami pesan hukum yang terkandung di dalam Al-Qur’an dan sunnah, para ulama ushul telah menyusun semantik yang kemudian di gunakan untuk praktik penalaran fiqh. Adalah metode istinbat, yang berartiupaya menarik hukum dari Al-Qur’an dan sunnah dengan jalan ijtihad dengan menarik salah satunya yaitu dengan melihat dari aspek kebahasaan melalui Mutlaq dan Muqayyad
1. Pengertian Muthlaq
Mutlaq secara bahasa artinya tidak terikat, kebalikan muqayyad.
Secara istilah ada beberapa pengertian yang dihimpun oleh Amir Syarifuddin dalam bukunya “Ushul Fiqh”, yang diambil dari berbagai sumber, yaitu:
A. Menurut Khudhari Beik, mutlaq ialah lafadz yang memberi petunjuk terhadap satu atau beberapa satuan yang mencakup tanpa ikatan yang terpisah secara lafdzi.
B. Menurut Abu Zahrah, mutlaq ialah lafadz yang memberi petunjuk terhadap maudhu’nya tanpa memandang kepada satu, banyak, atau sifatnya, tetapi memberi petunjuk kepada hakikat sesuatu menurut apa adanya.
C. Ibnu Subki memberikan definisi bahwa mutlaq adalah lafadz yang memberi petunjuk kepada hakikat sesuatu tanpa ikatan apa-apa.
Dari ketiga pengertian di atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa mutlaq adalah lafadz yang mencakup pada jenisnya tetapi tidak mencakup seluruh afrad di dalamnya.
2. Pengertian Muqayyad
Muqayyad secara bahasa artinya sesuatu yang terikat atau yang diikatkan kepada sesuatu. Pengertian secara istilah ialah suatu lafadz yang menunjukkan hakikat sesuatu yang terikat dengan suatu seperti sifat.
3. Contoh Lafazh Muthlaq dan Muqayyad
A. Lafazh Muthlaq
Contoh firman Allah berikut ini:
وَالَّذِينَ يُظَاهِرُونَ مِنْ نِسَائِهِمْ ثُمَّ يَعُودُونَ لِمَا قَالُوا فَتَحْرِيرُ رَقَبَةٍ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَتَمَاسَّا (المجادلة:3)
“Orang-orang yang menzhihar isteri mereka, kemudian mereka hendak menarik kembali apa yang mereka ucapkan, maka (wajib atasnya) memerdekakan seorang budak sebelum kedua suami isteri itu bercampur.”
Lafadz “raqabah” (hamba sahaya) termasuk lafadz mutlaq yang mencakup semua jenis raqabah (hamba sahaya) tanpa diikat atau dibatasi sesuatu yang lain. Maksudnya bisa mencakup raqabah laki-laki atau perempuan, beriman atau tidak beriman. Jika dilihat dari segi cakupannya, maka lafadz mutlaqadalah sama dengan lafadz ‘am. Namun keduanya tetap memiliki perbedaan yang prinsip, yaitu lafadz ‘am mempunyai sifat syumuli (melingkupi) atau kulli (keseluruhan) yang berlaku atas satuan-satuan, sedangkan keumuman dalam lafadz mutlaq bersifat badali (pengganti) dari keseluruhan dan tidak berlaku atas satuan-satuan tetapi hanya menggambarkan satuan yang meliputi.
2. Lafadz Muqayyad
Contohnya ialah lafadz “raqabah mukminah” (hamba sahaya yang beriman) yang terdapat dalam firman Allah :
وَمَنْ قَتَلَ مُؤْمِنًا خَطَأً فَتَحْرِيرُ رَقَبَةٍ مُؤْمِنَةٍ
(النساء:93)
“Dan barangsiapa membunuh seorang mukmin karena tersalah (hendaklah) ia memerdekakan seorang hamba sahaya yang beriman”.
Kata “raqabah” (hamba sahaya) dalam ayat ini memakai qayid atau ikatan yaitu mukminah. Maka ketentuan hukum dari ayat ini ialah siapa pun yang melakukan pembunuhan atau menghilangkan nyawa seseorang tanpa sengaja, maka dikenai denda atau diyat, yaitu harus memerdekakan hamba sahaya yang beriman.
Oleh karena itu, setiap ayat yang datang dalam bentuk muqayyad, maka harus diamalkan berdasarkan qayid yang menyertainya, seperti ayat raqabah di atas.
Menurut kesepakatan jumhur bahwa ayat mutlaq dibawa kepada ayat muqayyad jika sebab dan hukum keduanya sama. Hukum mutlaq dan muqayyad selama tidak ada hubungan keduanya, keduanya berjalan sendiri-sendiri. Ayat mutlaq dipahami sesuai dengan kemutlaq-annya, sedang yang muqayyad dipahami sesuai dengan kemuqayyadannya. Apabila salah satu dari sebab atau hukumnya saja yang sama, maka ayat yang mutlaq tetap tidak bisa dibawa atau dipahami kepada yang muqayyad. Perlu bagi seorang mujtahid sebelum beristimbat untuk mengetahui lebih dulu apakah ayat tersebut termasuk ayat yang mutlaq ataupun muqayyad.