Sinar5news.com – Negara merupakan wadah yang didalamnya terdapat keaneka ragaman lalu disatukan oleh cita-cita dan tujuan bersama. Dalam proses pembentukan-nya, bangsa Indonesia diawali oleh keinginan untuk lepas dari penjajahan dan ingin memiliki kehidupan yang lebih baik bebas dari penindasan dan bebas untuk melakukan apa yang diinginkan sebagai sebuah bangsa yang dibalut dalam rasa Nasionalisme.
Sejalan dengan perkembangan ideologi, politik, ekonomi dan sosial budaya. Perkembangan serta kemajuan ilmu pengetahuan teknologi informasi dan komunikasi, telah mendorong hubungan sosial dan saling ketergantungan antarbangsa, antarnegara dan antar manusia semakin besar. Sehingga kemudian mendorong timbulnya rasa ketidakpuasan terhadap suatu hal dan berujung pada lahirnya Paham Radikalisme.
Nahdlatul Wathan Diniyah Islamiyah (NWDI) merupakan tembok besar yang menjadi benteng bagi generasi dalam menghadapi paham-paham yang berujung pada tindakan ekstrem. Nama Nahdlatul Wathan secara harfiah berasal dari dua kata bahasa arab yakni Nadhlah yang berarti kebangkitan atau pergerakan dan Wathon yang artinya bangsa atau tanah air. Latar belakang pendirian Nahdlatul Wathan erat kaitannya dengan kondisi bangsa Indonesia pada masa penjajahan Belanda. Nahdlatul Wathan tidak lahir dari ruang hampa, dari namanya saja organisasi yang familiar dengan akronim NW ini menegaskan bahwa ia terlahir dari keresahan Maulanasyaikh TGKH M. Zainuddin Abdul Madjid melihat kondisi Islam dan Indonesia pada masanya khususnya di pulau Lombok.
Dalam sejarahnya Hamzanwadi ( H. M. Zainuddin Abdul Madjid Nahdlatul Wathan Diniyah Islamiyah) sepulangnya menimba ilmu dari Makkah menemukan masyarakat yang masih menganut paham Animisme dan dinamisme (yang paling familiar wetu telu) dalam kondisi bangsa yang belum merdeka. Organisasi NW memang terlahir setelah didirikannya madrasah NWDI dan NBDI sebagai tonggak awal perjuangan melalui pendidikan, namun tidak bisa dinafikan bahwa fakta organisasi yang memiliki arti nama kebangkitan bangsa tersebut memberikan ruang nilai – nilai kebangsaan mendapatkan ruang dalam pemahaman Keislaman jauh sebelum Indonesia Merdeka.
Cikal bakal organisasi Nahdlatul Wathan yakni Madrasah Nahdlatul Wathan Diniyah Islamiyah dan Nahdlatul Banat Diniyah Islamiyah bukan sekedar tempat berlangsung pendidikan agama. Ditengah kuatnya tekanan penjajah (Belanda), Kiyai Hamzanwadi memanfaatkan lembaga tersebut untuk menumbuhkan jiwa semangat perjuangan, sikap patriotisme dan sikap pantang mundur dalam menghadapi tindakan semena- mena kaum kolonial. Bukti dari kuatnya ajaran nasionalisme yang ditanamkan kiyai Hamzanwadi peristiwa 8 Juni 1946 yaitu penyerbuan tank – tank militer NICA di Selong dibawah pimpinan adik kandung kiyai Hamzanwandi bernama TGH. Muhammad Faisal Abdul Madjid. Dalam peristiwa tersebut beserta dua orang santrinya, sayyid Muhammad Shaleh dan Abdullah Gugur dalam medan perang. Begitupun dalam karya- karya Kiyai Hamzanwadi tidak pernah kurang semangat nasionalisme. Termuat Kalimat Lakil Fidaya Ittihadi dalam lirik lagu Ya Fata Sasak, begitupun dalam salah satu bait wasiat renungan masa yang berbunyi :
Hidupkan Iman Hidupkan Taqwa
Agar hiduplah semua jiwa
Cinta teguh pada agama
Cinta kokoh pada Negara
Dalam bait lainnya :
Negara kita berpancasila
Berketuhanan yang maha Esa
Ummat Islam paling setia
Tegakkan sila yang utama
Faham keagaman yang dikembangkan Nahdlatul Wathan adalah paham yang dianut oleh mayoritas ulama dan umat Islam Indonesia yakni paham ahlu sunnah wal jamaah, kata ahl al sunnah berarti penganut sunnah, sedang wal jamaah berarti penganut I’tiqad jamaah sahabat Nabi SAW. Jadi, pengertian kaum ahl al-sunnah wal jamaah adalah suatu kaum yang menganut sunnah Nabi Muhammad SAW dan menganut I’tiqad para sahabat Nabi.
Aswaja sebagai pola pikir yang mengambil jalan tengah antara Ekstrem aqli (rasionalis) dan Ekstrem Naqli(skripturalis) yang bersumber dari Al- Qur’an dan Sunnah serta menggunakan kemampuan akal
ditambah realitas empiric (Ijma’ dan qiyas). Dengan empat prinsip yaitu : tawassut (Moderat, tasamuh (toleran), tawazun(keseimbangan), dan ta’adul (keadilan). Paham tersebut menjadi pijakan yang kuat, tidak ada pertentangannya dengan konsep kebangsaan Indonesia, hingga sangat cocok Idiom Hubbul Wathan Minal Iman ( mencintai Negara sebagian dari Iman).
dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa NWDI membentuk generasi berjiwa nasionalis dan mampu meng-counter paham-paham ekstremis karena sosok pendirinya yaitu Maulana Syaikh membangun kesadaran bahwa berislam bukanlah diruang hampa melainkan ada ruang dan waktunya, ruang itu bernama Indonesia dan waktunya ialah masa kini dan masa mendatang. Merawat Indonesia adalah merawat islam, membangun masa kini Indonesia dan menyiapkan masa depan Bangsa adalah jihad kita bersama.