MUSIK HARAM?

MUSIK HARAM?

Oleh : KH.  Jamaluddin F Hasyim Ketua KODI

Tanpa disadari banyak dari kita yang semakin kesulitan menerima perbedaan. Pikiran berbeda, ucapan dan sikap bahkan cara hidup berbeda sulit kita terima. Kesulitan itu nyata terlihat dari mudahnya kita nyinyir kepada sesuatu yang berbeda dari kita. Bahkan ketika ada saudara seiman, para santri yang saleh yang menghindari “cemar”nya hafalan mereka dari musik. Mereka yang jumlahnya begitu banyak tidak memaksakan kehendak meminta musik tersebut dimatikan karena menghormati orang lain yang tidak ada masalah bahkan menikmati musik. Namun pihak lain justru dengan jumawa menilai hal tersebut sebagai benih radikalisme, dan tidak menghargai toleransi mereka para santri dengan menutup telinga, bukan dengan berdemo minta musik dimatikan.

Ternyata mereka yang nyinyir justru menunjukkan kekerdilan sikap sambil dengan jumawa menunjuk-nunjuk tanpa belas kasihan. Tidak masalah apa pilihan Anda, pro atau anti musik. Yang masalah adalah sikap intoleran Anda terhadap mereka yang menganut prinsip berbeda.

Persoalan keharaman musik sudah sejak lama dibahas ulama. Tidak sedikit yang membolehkannya, salah satunya dengan menilai musik seperti pisau, bisa membawa maslahat dan sebaliknya mudarat. Banyak kitab ditulis untuk itu, dari ulama klasik hingga modern. Artinya persoalan ini termasuk khilafiyah, bukan konsensus ulama (mujma’ alaih).

Dasar (illat) keharamannya pun perlu dilihat secara cermat. Jika illatnya karena menimbulkan hati yang lalai dari mengingat Allah, apalagi menyebabkan ditinggalkannya kewajiban agama atau dilakukannya maksiat, maka jelas keharamannya. Kalau seperti ini, jangakan musik, menonton televisi pun bisa haram. Bahkan perkara mubah lainnya, seperti olah raga, jika meninggalkan kewajiban agama atau menimbulkan kemaksiatan maka jadi haram. Tapi musik religi, yang dengannya seseorang tersentuh jiwanya dan menimbulkan kelembutan hati bahkan mengingat Allah, maka tidak diragukan manfaatnya. Sesuatu yang bermanfaat itu dianjurkan, minimal dibolehkan. Disinilah kenapa terdapat ulama sufi yang lekat dengan musik, seperti Maulana Rumi dengan tarian Darwish di masa lalu, atau Nusrat Ali Khan di era modern. Di tanah air warisan budaya seperti gamelan konon digunakan Sunan Kalijaga untuk berdakwah. Meminjam terminologi Syaikh Izzuddin Abdissalam, sesuatu itu selama tidak ada nash shorih dan masuk wilayah ijtihadiyah, berlaku padanya lima bahkan tujuh hukum: wajib, sunnah, mubah, makruh, haram, sah dan batal.

Ada larangan untuk memainkan jenis alat musik tertentu, ada yang dianjurkan seperti tambur yang digunakan ketika perang dan lainnya. Pertanyaannya, yang diharamkan memainkan alat musik tertentu atau timbulnya suara alat tersebut? Perkembangan teknologi kini memungkinkan suara berbagai alat musik bisa dihasilkan oleh organ listrik misalnya, termasuk di alat musik EDM ala Alffy Rev yang mendunia itu. Jika haram alatnya, maka sekarang tanpa alat pun bisa, namun jika suaranya, sulit mengukur suara mana yang benar-benar menimbulkan mudarat. Suara kucing berantem aja bisa mengganggu kekhusyukan sholat kok..

Ini baru tinjauan hukum lho, belum yang lainnya…

Baca Selanjutnya

DARI PENULIS

BERITA TERKAIT

IKLAN

TERBANYAK DIBACA

BACA JUGA