Oleh : Ilhamsyah Muhammad Nurdin
✍️ Aktivis Mahasiswa Magister Psikologi UAD / Pimpinam Padepokan Ujung Pasir NTT.
Sinar5news.com – Seperti mimpi buruk yang datang berulang kali, dunia sepak bola di Nusa Tenggara Timur (NTT) kembali dikecewakan. Kali ini, yang menjadi sorotan adalah perjuangan para pemain muda Persebata Lembata yang mewakili provinsi ini dalam ajang bergengsi, Soeratin Cup U-15 di Yogyakarta. Mereka berjuang dengan segala keterbatasan, namun tanpa dukungan yang semestinya datang dari pihak yang seharusnya mengurusnya: Asprov PSSI NTT dan Pemerintah Provinsi NTT.
Persebata, meskipun kalah di pertandingan pertama melawan Riau dengan skor 2-1, dan kalah 6-1 dari DKI Jakarta, serta meraih hasil imbang 2-2 melawan Sulawesi Barat, tetap menunjukkan potensi yang patut diapresiasi. Mereka mungkin tidak membawa pulang piala, tetapi semangat mereka sudah cukup membuktikan bahwa sepak bola di NTT bisa berkembang jika diberi dukungan yang tepat. Namun, ironisnya, perjuangan mereka seolah-olah tak berarti di mata Asprov PSSI NTT dan Pemerintah Provinsi.
Bertanya-tanya, kemana perginya anggaran yang dialokasikan untuk Asprov PSSI NTT? Berdasarkan laporan yang dilansir oleh Antara News, PSSI menambah dana untuk setiap Asprov hingga mencapai Rp500 juta. Sebuah angka yang seharusnya bisa digunakan untuk meningkatkan kualitas sepak bola daerah, tetapi kenyataannya, hal ini hanya menjadi angka kosong di atas kertas. Dana sebesar itu tidak terlihat kebermanfaatannya bagi Persebata atau pun para atlet muda lainnya yang berlaga di tingkat nasional. Bukankah tujuan utama dari anggaran tersebut adalah untuk mendukung mereka yang mewakili daerah, seperti Persebata Lembata?
Pemandangan yang paling mengecewakan datang ketika Pemerintah Provinsi NTT dan Asprov PSSI NTT sama sekali tidak memberikan respons terhadap keberangkatan Persebata ke Yogyakarta. Tidak ada pelepasan seremonial, apalagi dukungan finansial atau moral. Apa yang terjadi dengan komitmen pemerintah untuk memajukan olahraga di daerah? Ataukah ini hanya sekadar slogan kosong yang dilontarkan dalam pidato-pidato yang penuh dengan janji?
Untuk diketahui, dana yang digunakan untuk memberangkatkan para pemain Persebata ini bukanlah berasal dari pemerintah atau Asprov PSSI NTT. Mereka hanya mengandalkan sumbangan dari donatur pribadi, seperti Kaya Tene Group dan pemilik SPBU Lamahora, yang masih peduli terhadap masa depan sepak bola Lembata. Apakah kita harus berterima kasih kepada para donatur yang memiliki rasa peduli ini? Atau seharusnya kita malah mempertanyakan ke mana perginya dana yang seharusnya dikelola oleh Asprov PSSI NTT untuk mendukung atlet-atlet seperti mereka?
Apakah ini yang disebut dengan perhatian pemerintah terhadap atlet daerah? Ketika para pemain sepak bola dari Lembata berjuang dengan segala keterbatasan, justru Asprov PSSI NTT, yang seharusnya menjadi pengayom mereka, diam seribu bahasa. Mungkinkah anggaran tersebut lebih banyak digunakan untuk kepentingan lain yang tidak jelas, atau hanya menjadi ‘potongan’ dalam perjalanan dana yang hilang entah ke mana? Kita, masyarakat NTT, berhak untuk tahu.
Jika kita merujuk pada berita yang telah dimuat sebelumnya, seperti yang dilaporkan oleh Beritabernas dan Suryakota, terlihat dengan jelas bahwa Asprov PSSI NTT gagal menunjukkan perhatian terhadap nasib atletnya. Bahkan, keberangkatan Persebata yang mewakili NTT dalam Piala Soeratin U-15 ini seolah tak dipandang penting. Padahal, ajang ini bukan hanya soal kemenangan, tetapi juga soal bagaimana atlet muda ini mendapat kesempatan untuk berkembang dan menunjukkan bakat mereka. Tetapi, apa yang mereka terima? Justru pengabaian.
Persepakbolaan NTT mungkin memang belum bisa bersaing di level nasional dengan provinsi-provinsi besar lainnya, tetapi ini bukan alasan untuk mengabaikan potensi yang ada. Seharusnya, pemerintah dan Asprov PSSI NTT melihat bahwa setiap langkah kecil yang diambil oleh tim-tim lokal seperti Persebata adalah langkah besar untuk masa depan sepak bola NTT. Tidak ada prestasi yang datang begitu saja tanpa perjuangan, dan sejauh ini, perjuangan tersebut tak mendapat perhatian yang cukup dari pihak yang berwenang.
Sungguh ironis, ketika pemerintah daerah seringkali bicara tentang pembangunan dan kemajuan, namun di saat yang sama, mereka gagal memberikan perhatian pada sektor yang bisa mencetak prestasi internasional seperti olahraga. Dana yang ada, yang seharusnya digunakan untuk membangun fasilitas, memberi pelatihan, dan mendukung atlet, malah menguap begitu saja. Seperti yang sudah kami ungkapkan sebelumnya, seharusnya dana yang diberikan oleh PSSI untuk setiap Asprov, yakni Rp500 juta, dapat digunakan untuk kepentingan ini. Namun kenyataannya, para pemain Persebata harus berjuang di luar sistem yang seharusnya mendukung mereka.
Saatnya bagi Asprov PSSI NTT untuk mempertanggungjawabkan anggaran yang telah mereka terima. Di mana hasilnya? Kenapa atlet yang berjuang di kancah nasional justru tak mendapat perhatian yang layak? Kami meminta agar pemerintah dan Asprov PSSI NTT berhenti sejenak, merenung, dan mulai bekerja dengan cara yang lebih transparan dan akuntabel. Jangan hanya duduk manis dan menikmati gaji tanpa memberikan hasil yang konkret. Jangan hanya menambah beban di pundak atlet muda yang berjuang dengan segala keterbatasan.
Apakah Asprov PSSI NTT dan Pemprov NTT masih ingin terus mengabaikan sepak bola daerah, ataukah mereka akan mendengar jeritan para atlet yang berjuang tanpa dukungan? Ini saatnya untuk berhenti bicara dan mulai bertindak. Jangan biarkan impian-impian besar para atlet Lembata dan NTT lainnya terkubur karena ketidakpedulian dan pemborosan anggaran. Karena pada akhirnya, siapa yang akan bertanggung jawab atas kegagalan ini, kalau bukan mereka yang diberi amanah untuk mengelola olahraga di daerah?
Saatnya bagi Asprov PSSI NTT untuk mempertanggungjawabkan anggaran yang telah mereka terima!!!