Penulis : H. Lalu Tjuck Sudarmadi
Kuncinya pada pemimpin dan kepemimpinan, all depends on the leader and leadership.
Bila saja Indonesia memiliki pemimpin nasional bersama pembantu pembantunya, satu periode saja, apalagi dua periode, yang clean and clear bukan saja niat tetapi juga track recordnya “mulajati”- sejatinya murni dan tulus mengabdi untuk merah putih, maka Indonesia pastinya akan menjadi negeri dengan wajah dan suasana berbeda baik aura maupun phisik, pasti sudah sampai pada capaian mendekati tujuan yang diimpikan.
Mungkin negeri ini sedang berada pada jalan yang menuntun menuju negeri maju, mapan, adil makmur. Negeri impian yang masyhur, memiliki sejarah dengan cerita panjang tentang kelebihan, kebaikan dan keunggulan yang terdengar jauh menembus delapan penjuru dunia. Negeri yang luhur dan tinggi kewibawaannya sehingga negeri lain disekelilingnya menaruh respek, hormat bahkan ada yang rela dan ingin bergabung secara sukarela tanpa perang ataupun penaklukan, melainkan karena tertarik oleh sikap yang selalu menyuarakan keutamaan kehidupan manusia yang dimanusiakan. Negeri yang mendekati puncak keemasan, masyhur, dihormati , makmur, tertib, aman, damai, berorientasi pada keutamaan hidup yang bersikap arif dan unggul.
Gambaran kehidupan tersebut, tertuang dalam ungkapan luhur bermakna sangat dalam yaitu “Panjang punjung, pasir wukir, gemah ripah loh jinawi, karta tur raharjo, murah kang sarwo tinuku, tulus kang sarwo tinandur”. Suatu
negeri yang ada dalam bayangan dan diimpikan, yang akan terwujud bilamana dalam negeri itu tampil sosok pemimpin atau raja yang adil, amanah, penuh dengan wibawa dan digdaya dan mengabdikan diri untuk rakyat.
Namun faktanya, negeri ini beberapa kali memiliki pemimpin yang belum sepenuhnya memenuhi kriteria seperti disebutkan diatas. Pemimpin yang akhirnya diketahui bukan menjadi solusi tetapi bahagian dari masalah. Pemimpin yang terperangkap dalam berbagai jebakan yang menjadikannya berada dalam posisi berbaur dengan masalah yang semestinya harus diecahkan, kemudian membawa negeri ini menjadi negeri yang maju dan bertumbuh. Para pemimpin itu telah menjadi masa lalu dan menjadi catatan sejarah dan dikenang karena kebabaikannya dan juga ada yang diingat karena keburukannya, seperti berita dari organisasi internasional yang menempatkan mantan pemimpin nasional negeri ini menjadi salah satu dari pemimpin terkorup didunia. Populer itu ternyata ada dua macam dalam sebutan atau istilah bagi para mantan, disebut “famous” kalau positif, tapi disebut “notorious” kalau negatif, keduanya maknanya sama sama terkenal.
Diakhir tahun yang penuh gejolak dan nestapa, negeri ini baru saja memiliki pemimpin nasional yang baru, lengkap dengan para pembantunya. Bisakah kita menaruh asa bahwa “dia” adalah sosok “satria piningit” yang akan mengantar negeri ini mencapai puncak keemasannya seperti yang tertuang dalam ungkapan yang penuh makna tersebut?.
Nampaknya suasana yang mengiringinya
dipenuhi gonjang ganjing dan kegaduhan politik disertai dengan kondisi ekonomi yang menempatkan yang kecil dan lemah makin terpuruk, menderita tak berdaya sedangkan yang besar dan kuat makin perkasa walau dengan berdiri diatas pengorbanan rakyat jelata.
Industri tidak bertumbuh dan berkembang, malah gugur satu persatu seperti halnya industri textile yang merumahkan dan atau mem-PHK pekerja dengan jumlah besar, sangat berdampak dan menambah kegaduhan seperti air-bah yang menggerus pertahanan ekonomi negeri dan rakyat.
Diskursus tentang ketidak adilan serta maraknnya korupsi dibarengi masalah judi online, penyelundupan dan rapuhnya ketahanan pangan bahan pokok masyarakat yang tidak berdaya samasekali, disebabkan oleh terlalu bergantung pada pasokan dari luar.
Sumber daya alam yang merupakan modal dan kekuatan sebagai anugerah dan keunggulan negeri ini, hampir pasti dikuasai dan dikelola oleh para pemodal sehingga tidak berdampak pada kemakmuran rakyat, seperti pesan para founding father dalam UUD 45 Asli dan UUD inipun sudah diacak acak membelokkan arah negeri menjadi suoer liberal serta menjadi legitimasi bagi para kapitalis dan “penjajah modern” untuk menguasai asset dan sumber daya alam demi keuntungan mereka.
Pangan dan energy yang melimpah yang dimiliki “negeri elok yang amat subur”, bermakna hanya dalam bait baik indah lagu saja, layaknya fatamorgana yang menyesatkan. Tidak ada kedaulatan sama sekali yang akhirnya negeri ini terjebak dalam “paradox of plenty”
Mengamati prilaku kehidupan dan life style para pemimpin dan penyelenggara negara, mereka seperti sedang dilanda wabah “haus-thirsty”. Kehausan dan terus ingin minum harta, menenggak materi walaupun yang bukan hak, dengan berlindung pada power-kekuasaan, sebagai alat legitimasi pemuas perilaku hydonisnya.
Nampaknya peradaban negeri ini sedang meluncur ketitik nadir dan tidak ada lagi yang peduli, malah ikut memperparah dengan melakunan dan atau membiarkan, melindungi praktek korupsi, kolusi dan nepotisme, judi online, penyelundupan yang makin merajalela. Masyarakat dengan way of life yang dituntun Sila Ketuhanan seolah terserabut dari akar budaya luhur serta dogma ketuhanan.
Kritik tajam yang ditujukan kepada Pengembang dan Pemegang legalitas PSN/proyek strategik nasional seperti di PIK2, pemiliknya menjalankan praktek yang disinyalir mengarah pada “penindasan”, penguasaan tanah rakyat dengan “paksa”, seolah semua itu benar, sesuai prosedur, karena dinaungi oleh kebijakan formal tapi “fraud-salah, cacat” dan adanya “keterlibatan” para oknum penegak hukum yang menimbulkan gelombang protes dan perlawanan rakyat yang menambah kegaduhan nasional.
Dipenghujung tahun ini juga kita menyaksikan kegaduhan politik yang memang sudah gaduh sejak proses dan tahapan pencalonan capres/ cawapres dalan pilpres 2024, sampai dengan pelaksanaan pemilu yang disebut sebagai pemilu buruk yang transaksional, super mahal/ high cost dan tidak steril dari tangan tangan “penguasa power dan uang”. Kegaduhan politik juga menampilkan pertarungan politik, saling tikam dan dengan memanfaatkan kekuatan penegak hukum, memunculkan satu persatu kasus kasus “pihak” yang perlu dimatikan langkahnya, seperti Tom Lembong dan Sekjen PDIP yang paling mutakhir.
Penegak hukum dan pemberantasan korupsi mendapatkan kritik dan cemoohan sedemikian rupa karena tidak mampu memuaskan harapan rakyat menghadirkan rasa keadilan. Kasus yang terakhir adalah korupsi timah dengan nilai fantastis sekitar 300 M yang hanya diganjar 6.5 tahun. Hal ini makin memperburuk citra dan juga menghilangkan trust terhadap penegakan hukum di negeri ini. Saking tingginya kritikan soal vonis sang koruptor Harvey Muis tersebut Presiden sendiri menyentil hal itu secara terbuka. Namun pada sisi lain PS mulai mendapatkan berbagai “candaan” politik untuk menyindir posisinya sebagai presiden dalam menyikapi berbagai masalah yang ada khususnya penegakan hukum dan pemberantasan kporupsi. Malah para elites dan berbagai tokoh sudah mulai goyang dan mempertanyakan apa PS bisa sebagai “solusi” karena sampai dengan lebih dari 60 hari sebagai presiden belum ada gebrakan yang ditunggu masyarakat sebagai ujud nyata menjabarkan isi pidatonya yang hebat dan menjanjikan berbagai macam termasuk masalah korupsi tersebut. Masyarakat mulai ‘ragu” karena tiba tiba melontarkan gagasan seolah mau berdamai dengan para koruptor, bukannya membuat kebijakan bagaimana membersihkan pemerintahannya dari “sampah” yang ada dalam kabinet dan birokrasinya. Masyarakat menunggu kebijakan yang memperkuat agar pemberantasan korupsi lebih efektif dengan membenahi dan memperkuat KPK, Kejaksaan, Polri serta lembaga terkait lainnya.
Asta Cita yang merupaka 8 kebijakan pembangunan PS, secara konsep harus diberikan apresiasi, walaupun disana sini diragukan karena target target yang terlalu ambisius, namun logik bisa dicapai dan sebagai motivasi kerja. Pertumbuhan 8 %, ketahanan pangan, energi , industri manufaktur, pembenahan pengelolaan kekayaan alam untuk sebesar besarnya kemakmuran rakyat, disamping penuntasan masalah masalah ya dijelaskan diatas, semua membuat masyarakat terutama para akademisi, pelaku business agak meragukannya, namun dengan bahasa yang lebih sopan yaitu semua bisa dicapai bilamana, bisa dengan syarat, bisa kalau dan lain sebagainya. Intinya lebih condong kepada keraguan.
Bagaimana mungkin, kalau penegakan hukumnya lemah, SDA yang dikuasai pemodal/oligarki, keterbatasan anggaran dan sangat bergantung pada pajak, belum lagi industri dan manufaktur yang tidak berkembang, pangan dan energi yang bergantung pada pasokan luar negeri, asset yang dikuasai segelintir orang, penyelundupan, judi online, narkoba, korupsi seolah telah menjadi budaya baru dan melibatkan sedemikian besar dan luas di masyarakat. Keadaan dan masalah itu akan sangat mempengaruhi peluang PS untuk mencapai sasaran dan target yang ditetapkan dalam Asta Cita yang relatif tinggi, namun bukan berarti tidak bisa asalkan semua yang dijelaskan tadi bisa di tangani.
PS terlihat seolah terkunci kaki dan tanganya sehingga tidak bisa lari kencang, nampak seperti “kontrol” bukan pada dirinya, sehingga belum bisa mengendalikan apa yang diinginkan, mengendalikan seluruh birokrasinya sebagai pelaksana dari janji janjinya. Birokrasi masih sangat memprihatinkan kinerjanya selama ini. Namun bukan sepenuhnya karena tidak professional tetapi adanya keengganan karena takut salah dan dihantui oleh banyaknya pengawasan. Mereka mereka itu masih berada dalam jajaran birokrasi saat ini yang juga akan meng-eksekusi program dan janji janji kampanyenya.
Sebagai penutup kita semua tetap masih punya asa, harapan dan kita berkewajiban untuk mendukung PS sambil bersabar sejenak memberikan waktu bagi presiden melakukan gebarakan nyata, melakukan perubahan. Optimisme harus kita bangkitkan untuk melawan pesimisme latent dalam hati, oleh karena bila dalam satu smester PS tidak menunjukkan kemampuan memegang kendali penuh secara mandiri dalam mengambil keputusan, maka artinya sampah dalam kabinet dan birokrasi itu berjaya melakukan “retaliasi” politik . Maknanya PS berkompromi dengan masalah yang harus di bersihkan, artinya PS menggerser posinyanya sebagai bagian dari masalah, bukan lagi sebagai solusi.
Dampaknya Asta Cita tidak mampu membawa negeri ini menuju Indonesia Emas 2045 dan akhirnya itu “hanya mimpi” . Tapi harus diyakini bahwa Presiden Prabowo Subianto punya peluang dan pasti bisa. Semoga.