Renungan Seorang Musafir :Mereka Mengenalkan Tuhanmu

Renungan Seorang Musafir :Mereka Mengenalkan Tuhanmu

 

Guru; mereka yang membebaskanmu dari belenggu kejahilan
Guru; mereka yang memperlihatkan indahnya persaudaraan
Guru; mereka yang menuntunmu dari dzulmah kepada al-nuur
Guru; mereka yang akan mengembalikanmu dari dunia ke hadirat Ilahi.
 
Mengapa kita mesti menghormati Guru
Allah akan mengangkat derajat orang-orang beriman dan ahli ilmu beberapa derajat (al-Mujadalah:11). Ibnu Abbas berkata derajat para ulama (ahli ilmu) dibandingkan orang-orang mukmin lainnya dengan tujuh ratus derajat dan masing-masing derajat seperti perjalanan lima ratus tahun (al-fawaid al-mukhtarah:19).
Ketika kematian Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi Wasallam telah dekat, bumi menangis dan berkata kepada Allah Azza Wajalla;”Ya Rabbi, para Nabi telah berjalan di atas punggungku, lalu setelah kematian al-Mushtafa (Muhammad) Sallallahu ‘Alaihi Wasallam, siapa lagi yang akan berjalan di atasku?, lalu Nabi berkata; Ulama’ ummatku seperti nabi-nabi Bani Israil”. (Habib Idrus al-Idrus dalam al-fawaid al-mukhtarah:19).

Dikatakan bahawa Allah menghiasi indahnya langit dengan tiga perkara matahari, bulan dan bintang, sedangkan dihiasi bumi dengan ulama’, hujan dan juga pemimpin yang adil (Habib Habib Alwy ibn Shihab dalam al-fawaid al-mukhtarah:20).
Satu rekaat yang dilakukan oleh ahli ilmu jauh lebih tinggi nilainya disisi Allah daripada seribu rekaat yang dilakukan orang jahil. (Habib Habib Alwy ibn Shihab dalam al-fawaid al-mukhtarah:20).

Umar ibn ‘Abdul Aziz berkata; sesiapa yang beramal (berbuat sesuatu) tanpa ilmu, maka mudharatnya jauh lebih banyak daripada manfaatnya dan sekiranya seseorang beribadah kepada Allah seperti ibadahnya para Malaikat Allah tanpa ilmu, maka dia akan merugi. (al-Minhaj al-Sawi:81).

Akan ditimbang midâd al-Ulama’ (tinta pena yang digunakan menulis ilmu), maka ia akan mengalahkan darahnya para syuhada’ (orang-orang yang mati di jalan Allah). Dan diriwayatkan bahawa orang yang pertama-tama mendapatkan syafaat adalah para Rasul, kemudian para Nabi, lalu ulama’ dan syuhada’. (al-Jawâhir al-lu’luawiyyah;23).

Imam Hâtim al-Asham berkata; “Janganlah engkau melihat kepada orang yang berbicara tetapi lihatlah apa yang dibicarakan”. (Tanbîh al-Mughtarrîn:81). Ucapan yang bermaksud sama ditegaskan Imamuna al-Syafi’i mengutip kata-kata gurunya Imam Malik;”Wahai Muhammad (ibn Idris:Imam al-Syafi’i) jadikanlah ilmumu seperti garam (makanan tidak akan pernah nyaman tanpa garam) dan adab (akhlakmu) bagaikan tepung”. (al-Fawaid al-Mukhtarah:68).

‘Abdurrahman ibn Qasim membuat kesaksian terkait dengan pentingnya adab dalam pengajaran;”Aku telah bersama imam Malik selama dua puluh tahun, dari duapuluh tahun itu, aku mendapati beliau delapan belas tahun diisi dengan pengajaran adab dan dua tahun saja mengajarkan ilmu (selain adab), maka alangkah pentingnya mengutamakan pengajaran adab bagi setiap pelajar”. (al-Minhaj al-Sawi:198, Tanbih al-Mughtarrin:13 dan al-Fawaid al-Mukhtarah: 69).

Para pelaku tasawuf sangat mengutamakan adab dalam kehidupan mereka, hal ini dapat dilihat dari pelbagai komentar yang mereka berikan. Imam al-Syubli berkata;”Tanda-tanda orang yang dekat dengan Allah ialah menjauhkan diri dari suul adab kepada semua manusia”. Abu Husain al-Nuuri berkata; “sesiapa yang tiada memelihara adab (etika) bersama orang lain, maka tiada kebajikan baginya”. Dzunnun al-Mishri memberikan komentarnya; ”Sesiapa yang meringan-ringankan adab, maka akan kembali menjadi orang jahil”. Sedangkan al-Syaikh Tajuddin ibn ‘Athaillah al-sakandari berkata; ”Belumlah dikatakan murid yang beradab sebelum ia merasa malu dari perbuatan dosa dan maksiat kepada Allah siang mahupun malam”. (al-Anwar al-Qudsiyyah:37).

Diceritakan bahawa Imam al-Syafi’i mendirikan salat subuh di dekat kubur imam Abi Hanifah, lalu beliau tidak mengeraskan bacaan basmalahnya dan tiada membaca doa Qunut sebagai penghormatan beliau kepada Imam Hanafi”. (al-Fawaid al-Mukhtarah:75).
Al-Syaikh Zurnuji dalam kitab syarh Ta’lim al-Muta’allim; ”Ketahuilah bahawa tiada akan diperolehi (keberkatan) ilmu pengetahuan jika tidak disertakan adab kepada ilmu dan juga pengajar ilmu (guru;mudarrits), tiada keberhasilan tanpa memberikan penghormatan dan tiada kegagalan akan datang melainkan dengan meninggal adab”.

Lanjut al-Syaikh; “memberi penghormatan lebih butama daripada ketaatan itu sendiri, tidakkah kalian melihat bahawa kekufuran (iblis) tidaklah disebabkan karena perbuatan maksiatnya kepada Allah, melainkan karena ia meninggalkan (tidak mentaati perintah) ketika diminta memberi penghormatan kepada Nabi Adam Alaihissalam”. (Ta’lim al-Muta’allim:34).
Al-Syaikh Imam Sadid al-Din al-Syairazi berakata;” Sesiapa yang menginginkan anaknya menjadi seorang ahli ilmu (‘Alim), hendajklah ia memberikan perhatian terhadap ahli ilmu yang dijumpainya, memberikan penghormatan kepadanya dan memberikan kepadanya sesuatu, jika bukan anaknya yang (menjadi) ahli ilmu (‘Alim), maka cucunya akan mendapatkan kedudukan tersebut.

Antara adab kepada ahli ilmu seperti dijelaskan al-Syaikh Zurnuji ialah tidak berjalan di hadapan guru, tiada duduk ditempat duduk gurunya, tidak berbicara terlebih dahulu sebelum diizinkan, menjaga agar tidak banyak berbicara, tidak bertanya tentang sesuatu saat gurunya sudah (terlihat) letih, menjaga waktu bersama gurunya, tidak mengetuk pintu sehingga gurunya keluar, secara kesimpulannya bahwa mencari ridla gurunya dengan meninggalkan perkara-perkara yang tidak disenangi gurunya”. (Ta’lim al-Muta’allim:36).

Adab penuntut ilmu seperti dijelaskan oleh Habib Abdullah ibn ‘Alawy al-Haddad al-Hadramy al-Syafi’i ialah mempercantik  dan memelihara taubatnya kepada Allah dari semua khilaf kecil apalagi besar, kemudian seorang murid hendaklah menjaga hatinya agar selalu husnuzhon kepada Allah dan juga makhluk Allah, berikutnya seorang murid mestilah memelihara seluruh anggota tubuhnya agar tidak terjatuh dalam perbuatan dosa dan maksiat zohir mahupun bathin. (Risalah Adab  Suluk al-murid:19-23)

Lanjutnya al-Habib seorang murid hendaklah memelihara wudhu’nya, senantiasa menjauhkan diri sejauh mungkin dari prasangka buruk dan perbuatan maksiat, seorang murid hendaklah menjaga hati dan lisannya untuk tidak memperkatakan apapun yang dilihatnya “salah’ daripada gurunya, kerana belum tentu yang dilihatnya “salah” adalah salah dalam ilmu gurunya, hendaklah menjaga salat yang lima waktu, salat jumat tiada pernah ditinggalkannya dan seorang murid mestilah menjaga agar selalu menjalankan (sesuai kemampuannya) segala perintah Allah dan menjauhkan dirinya dari segala larangan Tuhan.

(Risalah Adab  Suluk al-murid:24-30).
Al-Syaikh Muhammad Hasyim Asy’ary dalam kitab Adabul ‘Alim wa Muta’allim:11 berkata;”Tauhid itu memerlukan Iman (keyakinan), orang yang tiada iman berarti belum bertauhid, iman memerlukan syariah dan siapa yang tiada syariah berarti belumlah beriman dan belum pula bertauhid, syariah memerlukan adab, sesiapa yang tiada memiliki adab berarti belumlah dinamakan bertauhid, belum pula beriman juga belum bersyariah”.
Dari teks ini terlihat jelas bahwa adab merupakan inti sari dari keimanan, juga syariah. Jika tiada beradab maka dapat dikatakan kosong dari iman, sunyi dari amalan syariah.

Seorang pelajar mesti melengkapi dirinya dengan sepuluh sifat-sifat utama iaitu; Membersihkan hatinya dari kotoran debu-debu hasad, kibr, ujub dan juga riya’. Memperbaiki niatnya dalam mencari ilmu pengetahuan; hendaklah berniat mencari ilmu semata-mata ridha Allah, untuk menghilangkan kejahilan yang ada dalam dirinya, menghidupkan syariah dan untuk mendekatkan dirinya kepada Allah Azza Wajalla.

Mensegerakan mencari ilmu saat masih muda belia, jangan menunda-nunda hingga usia tua.
Bersabar dalam menghadapi segala kesusahan dalam mencari ilmu, kekurangan biaya, makanan dan pakaian adalah ujian dan cobaan. Imam al-Syafi’i berkata; tiadalah ilmu akan diperolehi bagi mereka yang ketika belajar dengan kesenangan dan kegemerlapan dunia, melainkan ilmu akan dihasilkan oleh mereka yang sentiasa merasa kekurangan dan mengabdikan dirinya untuk ilmu dan ulama”.

Membahagikan masanya lebih banyak untuk ilmu daripada untuk hal-hal diluar ilmu, sepertimana ilmu berkata;”Berikanlah seluruh masamu untukku, maka aku akan memberikan diriku sedikit saja”.
Mempersedikit makan, minum dan juga waktu luang, hendaklah semua waktu diusahakan untuk mengabdikan dirinya pada ilmu.
Hendaklah memelihara sikap wara’ pada diri pelajar dan menjaga makanan dan minuman daripada makan minum yang syubhat apalagi yang haram.
Mengurangkan dirinya memakan makanan yang menyebabkan bebal yakni makanan makanan yang sangat masam.
Mengurangkan tidur sebatas tidak merusak kesehatan badan, tetapi memberikan hak-hak badan juga ruh secara seimbang.

Mengurangkan diri ikhtilat (bergaul) dengan lain jenis sehingga pikiran tidak tertuju kepada mereka. (kitab Adabul ‘Alim wa Muta’allim:24-28).
Sepuluh sifat yang dituliskan oleh al-Syaikh menunjukkan bahawa seorang penuntut ilmu yang berkah tidak akan dapat diperoleh melainkan dengan melazimkan sifat-sifat al-hasanât dan menjauhkan diri dari segala perkataan, perbuatan dan sikap al-makrûhât.
Akhlak dan adab jauh lebih utama dari ilmu yang diperoleh seseorang, akhlak yang baik akan terpancar dari ucapan yang mulia, akhlak yang terpuji akan terlihat dari sikap dan sifat terpuji pula.

Baca Selanjutnya

DARI PENULIS

BERITA TERKAIT

IKLAN

TERBANYAK DIBACA

BACA JUGA