PEMBELAJARAN MULTIKULTURAL MELALUI PEMBIASAAN PADA KELUARGA SEJAK USIA DINI

PEMBELAJARAN MULTIKULTURAL MELALUI PEMBIASAAN PADA KELUARGA SEJAK USIA DINI

Oleh : Eli Maymunah

Tiap perubahan yang terjadi pada diri manusia menuju arah perkembangan yang lebih matang merupakan cara manusia dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya, dan tidak ada kematangan yang merubah diri manusia secara spontan dan tiba-tiba kecuali dengan pembelajaran seiring dengan perkembangannya.Selain pembelajaran yang bersifat baca dan tulis, maka siswa juga harus dibekali dengan penanaman karakter agar dapat menyeimbangkan antara kemampuan teknologi yang digunakan dengan sifat dan sikap siswa, sehingga sekolah menghasilkan lulusan yang berkualitas lahir batin. Belajar adalah proses perubahan dari belum mampu menjadi mampu. Dari tidak tahu menjadi tahu. Keberhasilan dalam belajar ditandai dengan: perubahan intensional, perubahan positif dan aktif, perubahan efektif dan fungsional

. Dalam kurun waktu yang tidak dapat ditentukan, maka manusia mengalami perkembangan dalam belajarnya. Hal ini dimulai sejak manusia lahir hingga meninggal dunia, maka belajar adalah hal yang terus dilakukan untuk menyesuaikan dengan lingkungan dan teknologi yang sedang digunakan pada zamannya.

Di Masa yang serba modern ini, gaya hidup dan digital sangat mempengaruhi minat baca peserta didik. Bahan ajar yang digunakan oleh guru juga semakin berkembang dan semakin variatif. Dengan demikian kreatifitas guru dan karakter peserta didik berubah seiring perkembangan zaman. Dalam menghadapi perkembangan ini seorang guru harus mampu menyajikan kreatifitas dalam pembelajaran. Dalam pelaksanaan pendidikan para pengembang kurikulum lebih mengutamakan penyusunan bahan ajar yang logis dan sistematis dan kurang memperhatikan keterbatasan siswa dalam proses pembelajaran. Mereka umumnya kurang memperhatikan bagaimana siswa belajar dan lebih mengutamakan susunan isi, yaitu apa yang akan diajarkan. Para pengembang kurikulum juga memandang bahwa materi yang akan diajarkan adalah universal, mereka mengabaikan karakteristik siswa dan lingkungan setempat.

Para pengembang kurikulum ini dituntut untuk sama, serupa dan semacam dengan tuntutan kurikulum yang sedang berlaku. Hal ini tentu saja tidak sesuai dengan keadaan geografis Indonesia dimana terdiri atas berbangsa-bangsa, bersuku-suku dan dengan agama yang berbeda-beda. Tuntutan ini tentunya menjadi beban

bagi setiap pendidikan, peserta didik dan juga orangtua. Karena apabila tidak mengajarkan hal yang serupa maka tidak atau belum disebut mengajarkan kurikulum tersebut. Sedangkan apabila harus mengajarkan hal yang serupa dengan tuntutan kurkulum yang ditetapkan oleh pemerintah pusat maka akan menyebabkan kesulitan pada proses pembelajarannya. Mengapa demikian?, Karena satu tempat dengan tempat yang lain tidak memiliki kesamaan fasilitas. Contohnya adalah pada pembelajaran dalam jaringan maka di kota besar kemungkinan akan berhasil karena siswa dan guru memiliki gawai dan fasilitas internet memadai. Sebaliknya sekolah digunung atau dikampung dengan siswa yang minim gawai dan internet maka akan kesulitan dalam pelaksanaan pembelajaran dalam jaringan.

Indonesia adalah negara dengan penduduk yang beragam, dari agama, suku, ras, budaya, bahasa hingga adat-istiadat. Semua itu adalah kekayaan Indonesia yang membangun negara ini menjadi besar dan kaya. Selanjutnya, bagaimana pendidikan dapat membawa perubahan moral dan intelektual setiap anggotanya, dimana kekhasan dan keunikan individu beserta latar belakangnya dihargai.Wilayah Indonesia yang sangat luas dengan bermacam-macam topografi, menyebabkan satu buah buku yang dibuat tidak akan mampu mewakili kebutuhan seluruh peserta didik di Indonesia.

Istilah multikultural merupakan sebuah kata yang tidak asing bagi para intelektual dan kaum terdidik di negeri ini. Secara sederhana multikultural berarti “keberagaman budaya”

. Dalam pendidikan aspek geografis sangat memegang peranan penting yang perlu diperhatikan oleh seluruh kalangan. Karena Masyarakat secara langsung akan menjadikan pemerintah sebagai rujukan pertama dalam memperoleh pendidikan secara merata dan menyeluruh. Pengembangan nalar anak didik dalam paradigma pendidikan Islam merupakan pembentukan kognisi anak didik yang memiliki kecerdasan intelektual dan emosional serta kecerdasan spiritual. Filsafat pendidikan Islam mengkaji hakikat dan seluk-beluk pendidikan yang bersumber dari Al Qur’an dan As Sunnah, merumuskan berbagai pendekatan proses pembelajaran, merumuskan strategi pembelajaran, kurikulum, dan sistem evaluasi pendidikan dengan landasan yang digali dari ajaran Islam, serta mengkaji maksud dan tujuan pendidikan Islam yang khusus maupun yang umum, yang temporal maupun yang eternal.

Pada multikulturalisme ini maka penulis sependapat dengan Quraisy Syihab dalam tafsir Al Misbah tentang paham dan pengakuan dimana Allah secara sengaja menjadikan umat manusia yang beragam suku, ras, bahasa, budaya, agama dan keunikan lainnya untuk saling mengenal, menolong dan berlomba-lomba dalam kebaikan. Pemahaman multikultural berimplikasi kepada materi dan metode pendidikan Islam. Metode yang digunakan adalah diskusi, kontekstual dan pembiasaan.

Pada kenyataannya di masyarakat multikultural tidak lepas dari adanya aspek-aspek yang menjadi pokok bahasan didalamnya. Multikultural terdiri atas demokrasi, toleransi, keadilan, kemanusiaan dan kesetaraan. Semakin maraknya kenakalan remaja dikalangan pelajar menunjukkan semakin berkurangnya rasa toleransi dan kemanusiaan yang melandasi munculnya rasa demokrasi di masyarakat. Rasa keadilan yang semakin kecil dalam kehidupan menyebabkan tenggangrasa dan saling tolong menolong yang mulai pudar dimasyarakat Indonesia. Pembiasaan tentang nilai-nilai multikultural yang mulai pudar di lingkungan tempat tinggal siswa menyebabkan berkurangnya tanggungjawab untuk saling menghargai dan menjaga perasaan orang lain, maka kemudian timbul rasa ego yang tinggi berdasarkan kedudukan dan kemampuan siswa tersebut dalam pergaulannya di masayarakat.

Usia pendidikan dari jenjang SMP dan SMA dimana siswa sedang mengalami perubahan otak yang mengalami perkembangan serta masa dimana siswa sedang mencari jati diri menyebabkan mereka mencari cara agar mendapatkan pengakuan dimasyarakat bahwa mereka adalah bagian yang diperhitungkan dan diakomodir sebagai bagian yang penting. Apabila siswa dari rumahnya telah terbiasa dengan pembiasaan yang telah diterapkan oleh keluarga maka ketika bertemu dengan teman-temannya yang berbeda-beda sifat dan karakternya maka tidak akan kesulitan untuk menerapkan sikap yang sama dengan kebiasaan-kebiasannya di dalam rumah atau keluarga. Akan tetapi apabila siswa tersebut di dalam keluarga tidak terbiasa melakukan pembiasaan seperti yang diharapkan oleh masyarakat maka tentu dia

akan mencari cara yang menurutnya adalah merupakan hal yang sesuai dengan keinginannya. Maka timbulah kelompok-kelompok yang ingin menunjukkan eksistensinya seperti geng motor, kelompok anak jalanan dan lain sebagainya. Upaya pembiasaan tentang perilaku multikultural ini tidak hanya dilakukan di rumah saja melainkan juga seharusnya dilakukan di tempat anak tersebut banyak berinteraksi seperti di sekolah dan dimasyarakat. Tentu hal ini menyebabkan setiap komponen dari masyarakat memiliki tanggung jawab terhadap pelaksanaan pembiasaan untuk menerapkan nilai demokrasi, toleransi, kemanusiaan keadilan dan kesetaraan khususnya pada kalangan remaja.

Saat ini pada masa covid-19 sedang mewabah sangat penting untuk di tekankan kepada setiap remaja agar mau memahami kekurangan dan kelemahan orang lain serta dengan legowo bersikap toleran terhadap lingkungan serta kejadian-kejadian yang tidak biasa yang terjadi selama masa pandemi. Berkurangnya waktu belajar karena siswa tidak pergi kesekolah dan bertambahnya waktu bermain gawai karena siswa belajar dengan menggunakan gawai juga harus diantisipasi karena dengan meningkatnya penggunaan gawai maka siswa akan banyak waktu untuk menyendiri, kurang berinteraksi dengan orang lain, dan berdampak pada kebiasaan yang berbeda dari sebelum masa pandemi. Kebutuhan yang meningkat akan kuota dan juga kebutuhan dasar lainnya seperti makanan menyebabkan pemikiran bagaimana mendapatkan hal-hal yang diinginkan tanpa harus bekerja keras. Hal ini tentu akan menyebabkan adanya kejahatan dan tindak kriminal di kalangan remaja.

Marilah bersama-sama kita sebagai bagian dari masyarakat, sekecil apapun kita adalah bagian yang mendukung adanya masyarakat itu sendiri. Sangatlah penting untuk menjadikan nilai-nilai multikultural sebagai nilai-nilai pembiasaan yang akan mencegah adanya kenakalan, pelanggaran dan upaya-upaya menyimpang lainnya yang akan timbul di kalangan masayrakat khususnya dikalangan remaja.Demokrasi, toleransi, keadilan, kemanusiaan dan kesetaraan akan menjadi hal biasa di kalangan masyarakat luas jika di dalam keluarga telah di tanamkan dan dilakukan atau diajarkan oleh orangtua sedini mungkin.

Mahasiswa Program Magister STAI Sukabumi, Guru PAI SMAN 1 Sagaranten

Baca Selanjutnya

DARI PENULIS

BERITA TERKAIT

IKLAN

TERBANYAK DIBACA

BACA JUGA