LEIDEN IS LIDJEN, MEMIMPIN ADALAH MENDERITA ” Siu Pikir Sopok Angen”

LEIDEN IS LIDJEN, MEMIMPIN ADALAH MENDERITA ” Siu Pikir Sopok Angen”

Sinar5news.com-  Alhamdulillah Bale Himalo sudah muncul di permukaan bumi setelah penantian panjang dengan berbagai macam dialog, simposium, seminar, diskusi yang diadakan warga Himalo sampai mengadakan Halal Bi Halal bersama seluruh kepala daerah sepulau lombok yang juga dihadiri dua  gubenur NTB dan DKI yang konon kandidat presiden wakil presiden akan datang.
 
Sebegitu wahnya acara yang disiarkan lansung media TV Sinar5, diikuti ummat muslim di Nusantara, bahkan sampai ke luar negeri. Mengingat acara sangat urgent keterlibatan ummat yang besar dalam majlis halal BI halal waktu itu sangat dikondisikan panitia pelaksana.
 
Harapan besar pasca halal BI halal rumah sangkep bale belq yang dicanangkan dapat wujud, ternyata hasilnya nihil.  Ditangan ketua muda visioner tidak perlu menjabat gubenur dan juga calon presiden untuk sekedar memgahdirkan Bale Himalo wujud berdiri tegak. Ini menunjukkan bahasa alam kepada kita semua bahwa orientasi pemimpin masa depan yang dibutuhkan ummat bangsa adalah mereka yang mau menderita sebagaimana para tokoh dan pemimpin bangsa masa lalu.
 
Bangsa dan Negara Indonesia lahir dan tumbuh di tangan pemimpin-pemimpin yang rela hidup dalam ketidaknyamanan untuk kebaikan lebih banyak orang.
 
Kita rindu sosok Bung Karno Bung Hatta, Proklamator NKRI disegani pemimpin dunia visioner berjuang sepanjang hayat bersama rakyat, selalu duduk bersama orang lapar. Beliau² pergi tidak membawa harta benda hanya menitipkan ibu Pertiwi dijaga di rawat dengan adil.
 
Kita rindu sosok Pak Syafrudin, Menteri Keuangan Era Bung karno yang tak mampu membeli popok untuk anaknya.
 
Kita rindu Sosok Muhammad Natsir, perdana menteri kelima Indonesia, yang menggunakan jas tambal dan mengayuh sepeda ontel ke rumah kontrakannya.
 
Kita rindu sosok Mohammad Hatta yang tak mampu membeli sepatu Bally impiannya hingga akhir hayatnya.
 
Kita rindu sosok Jenderal Hoegeng yang tak menempati rumah dinasnya di Jalan Pattimura, Jakarta Selatan dan memilih tinggal di rumah sederhana di Jalan Madura, Jakarta Pusat.
 
Kita rindu sosok K.H. Agus Salim yang hidup dengan istri dan 8 orang anaknya dalam rumah kecil dengan 1 kamar dan berjualan minyak tanah eceran untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya.
 
Kita rindu sosok Gusdur yang memimpin negara di era reformasi tidak memberikan jabatan kepada anak-anak nya dan mau keluar istana dengan suka rela tanpa mau membela diri karena jabatan bagi beliau adalah pelayan rakyat.
 
Mereka mengajarkan kepada generasi kita untuk hidup dalam kesederhanaan. Mereka mengajarkan kepada generasi kita bahwa jalan kepemimpinan adalah jalan penderitaan, memimpin adalah menderita.
 
Ada dua bahasa dalam bahasa Belanda yang diucapkan sama, tapi tertulis berbeda, yaitu leiden dan lijden. “Een leidersweg is een lijdensweg. Leiden is lijden”, yang berarti Jalan Kepemimpinan adalah Jalan Penderitaan, Memimpin adalah Menderita.
 
Pengorbanan itu erat sekali dengan penderitaan, seseorang diangkat jadi pemimpin karena mampu menanggung beban lebih dari orang-orang yang dipimpinnya, siap tidur paling malam, bangun paling pagi, memberikan waktu paling banyak, berkorban paling besar. Pemimpin siap lapar supaya yang lain kenyang, siap terjaga supaya yang lain tidur, siap berkeringat lelah supaya yang lain beristirahat.
Bale Sangkep Himalo
Apa yang sudah digagas ketua Himalo Habib Karman BM dengan menghadirkan Bale Sangkep adalah seirama dengan contoh para pendahulu pemimpin bangsa di atas. Indonesian masa depan butuh kembali membuka sejarah kehidupan pemimpin bangsa masa lalu. Hadir melayani sebagaimana para Nabi melayani ummatnya. Bung Karman BM sudah mengingatkan  hal itu agar manusia jangan lupa pada purwadaksinya. Asal kejadian agar tidak lupa diri bahwa kita ini ada yang punya.
 
( Presiden Forum Kebangsaan )
 

Baca Selanjutnya

DARI PENULIS

BERITA TERKAIT

IKLAN

TERBANYAK DIBACA

BACA JUGA