Jakarta, Sinar5news Jabariyah dan Qadariyah muncul pada masa awal perkembangan Islam sebagai respon terhadap pertanyaan tentang takdir dan kehendak bebas. Jabariyah dipelopori oleh Jahm bin Safwan pada abad ke-8, yang menekankan bahwa manusia tidak memiliki kemampuan untuk mengendalikan perbuatannya karena segala sesuatu telah ditakdirkan oleh Allah.
Sementara itu, Qadariyah dipimpin oleh Ma’bad al-Juhani dan Ghaylan al-Dimashqi yang menolak pandangan Jabariyah dan menegaskan bahwa manusia memiliki kebebasan untuk memilih tindakan mereka.
Ajaran Pokok Jabariyah
Takdir Mutlak: Jabariyah mengajarkan bahwa segala sesuatu yang terjadi di dunia ini, baik itu perbuatan manusia maupun peristiwa alam, sudah ditentukan oleh Allah sejak awal.
Ketiadaan Kehendak Bebas: Manusia dianggap tidak memiliki kebebasan dalam tindakannya. Semua yang dilakukan manusia adalah manifestasi dari kehendak Allah.
Implikasi Moral: Karena semua tindakan sudah ditakdirkan, maka manusia tidak bisa dikatakan bertanggung jawab atas perbuatannya, baik itu baik maupun buruk.
Qadariyah
Kebebasan Manusia: Qadariyah berpendapat bahwa manusia memiliki kehendak bebas dan kemampuan untuk menentukan tindakannya sendiri.
Tanggung Jawab Individual: Manusia bertanggung jawab penuh atas segala perbuatannya dan akan dihakimi berdasarkan pilihan yang mereka buat.
Penolakan Takdir Mutlak: Qadariyah menolak pandangan bahwa semua perbuatan manusia sudah ditentukan sejak awal, menekankan bahwa Allah memberi manusia kebebasan untuk memilih.
Kedua pandangan ini memiliki implikasi besar dalam hal teologi dan kehidupan sosial. Jabariyah dapat menyebabkan fatalisme, di mana orang menerima segala sesuatu sebagai takdir tanpa usaha untuk mengubah keadaan. Sebaliknya, Qadariyah mendorong tanggung jawab individu dan usaha keras untuk mencapai hasil yang diinginkan, karena percaya pada kemampuan manusia untuk mempengaruhi nasibnya.
Jabariyah dan Qadariyah menawarkan dua perspektif yang kontras tentang hubungan antara kehendak bebas manusia dan takdir ilahi. Jabariyah dengan pandangannya bahwa segala sesuatu sudah ditakdirkan oleh Allah mengurangi peran kehendak bebas manusia, sementara Qadariyah menekankan pentingnya kebebasan dan tanggung jawab individu. Kedua pandangan ini tidak hanya mempengaruhi pemahaman teologis tetapi juga perilaku sosial umat Islam.