Hikmah Pagi : Meraih Takwa di Segala Masa

Hikmah Pagi : Meraih Takwa di Segala Masa

Setiap muslim, pasti menginginkan masuk surga. Salah satu kunci masuk surga adalah dengan menjadi muslim yang bertakwa. Lantas, apakah kita sudah termasuk orang yang bertakwa?

Tanda-tanda Takwa

Alquran banyak mengungkap tanda atau ciri orang-orang yang bertakwa. Di antaranya sebagaimana dinyatakan dalam QS al-Baqarah ayat 3-5. Demikian juga dalam al-Hadis. Begitu pun yang dinyatakan oleh para Sahabat dan banyak ulama dari generasi salafush-shalih.

Menurut al-Hasan, misalnya, “Orang bertakwa memiliki sejumlah tanda yang dapat diketahui. Di antaranya: Jujur/benar dalam berbicara. Senantiasa menunaikan amanah. Selalu memenuhi janji. Rendah hati dan tidak sombong. Senantiasa memelihara silaturahmi. Selalu menyayangi orang-orang lemah/miskin. Memelihara diri dari kaum wanita. Berakhlak mulia. Memiliki ilmu yang luas. Senantiasa ber-taqarrub kepada Allah.” (Ibn Abi ad-Dunya, Al-Hilm, I/32).

Terkait takwa pula, Wahab bin Kisan bertutur bahwa Zubair ibn al-Awwam pernah menulis surat yang berisi nasihat untuk dirinya. Di dalam surat itu dinyatakan, “Amma ba’du. Sungguh orang bertakwa itu memiliki sejumlah tanda yang diketahui oleh orang lain maupun dirinya sendiri yakni: Sabar dalam menanggung derita. Ridha terhadap qadha. Mensyukuri nikmat. Merendahkan diri (tunduk) di hadapan hukum-hukum Alquran.” (Ibn al-Jauzi, Shifat ash-Shafwah, I/170; Abu Nuaim al-Asbahani, Hilyah Awliya, I/177).

Takwa di Segala Masa dan Suasana

Berbicara tentang takwa, Baginda Rasulullah ﷺ pernah bersabda kepada Muadz bin Jabal ra. saat beliau mengutus dia ke Yaman:

اِتَّقِ اللهَ حَيْثُمَا كُنْتَ

“Bertakwalah engkau kepada Allah dimanapun/kapanpun/dalam keadaan bagaimanapun…” (HR at-Tirmidzi).

Terkait frasa haytsuma kunta, dapat dijelaskan bahwa kata haytsu bisa merujuk pada tiga: tempat (makan), waktu (zaman) dan keadaan (hal). Karena itu sabda Baginda Rasul ﷺ kepada Muadz radhiyallahu anhu tersebut sebagai isyarat agar ia bertakwa kepada Allah subhanahu wa ta’ala tidak hanya di Madinah saja: saat turunnya wahyu-Nya, saat ada bersama beliau, juga saat dekat dengan Masjid Nabi ﷺ. Namun, hendaklah ia bertakwa kepada Allah subhanahu wa ta’ala di mana pun, kapan pun dalam keadaan bagaimana pun (Athiyah bin Muhammad Salim, Syarh al-Arbain an-Nawawiyyah, 42/4-8).

Istiqamah dalam Ketakwaan

Satu hal yang umumnya sulit dipertahankan oleh seorang Muslim adalah keitiqamahan dalam ketakwaan kepada Allah subhanahu wa ta’ala. Bagaimana agar kita bisa tetap istiqamah dalam ketakwaan?

Terkait itu, Abu Amrah Sufyan bin Abdullah ra pernah berkata kepada Rasulullah ﷺ, “Wahai Rasulullah, katakanlah kepadaku tentang Islam suatu perkataan yang aku tak akan menanyakannya lagi kepada seorang pun kecuali kepada engkau.” Rasulullah ﷺ bersabda:

قُلْ: اَمَنْتُ بِاللهِ، ثُمَّ اسْتَقِمْ

Katakanlah, “Aku beriman kepada Allah.” Kemudian beristiqamahlah (HR Muslim).

Pertama: Kita harus berusaha memelihara amalan-amalan sunnah seperti Shaum, salat, zikir, sedekah, membaca dan mengkaji Alquran, salat berjamaah, istighfar, bangun malam, dan sebagainya.

Kedua: Lebih meningkatkan upaya memahami hukum-hukum Allah subhanahu wa ta’ala dengan banyak menghadiri majelis ilmu.

Ketiga: Lebih giat berdakwah. Selain sebagai kewajiban yang sudah ditetapkan oleh Allah dsn Rasul-Nya, dakwah juga bisa menjadi benteng diri dari melakukan keburukan.

Keempat: Terus bertobat dengan tobat yang sebenar-benarnya (tawbatan nashûhâ).

Kelima: Berusaha selalu hidup di tengah-tengah komunitas masyarakat yang bertakwa. Bukan di tengah-tengah masyarakat yang diliputi oleh dosa dan kemaksiatan.

Baca Selanjutnya

DARI PENULIS

BERITA TERKAIT

IKLAN

TERBANYAK DIBACA

BACA JUGA