Bang Ipul, Pejabat Karir dan guru sejati: Testimoni seorang sahabat

Bang Ipul, Pejabat Karir dan guru sejati: Testimoni seorang sahabat

Oleh :Agus Suradika

Ketika seorang teman eselon tiga Pemda DKI Jakarta memberi saya khabar melalui WhatsApp: “Bapak, pak Sekda meninggal dunia”, saya tidak terkejut. “kulu nafsin dzaaiqotul maut”, semua yang bernyawa pasti akan mati. Kematian adalah hal yang pasti kita semua alami. Persoalan kapannya, hanya Allah yang tahu. Tiga rahasia yang diyakini hanya Allah swt yang tahu atas diri kita adalah rizki, jodoh, dan kematian.

Kendati saya tidak terkejut. Perasaan kehilangan seorang sahabat tak dapat saya sembunyikan. Mata saya berkaca-kaca. Tak terasa mengalir air mata kesedihan. Saya merasakan kesedihan mendalam. Merasakan kehilangan seorang sahabat. Kehilangan kader terbaik Pemprov DKI Jakarta. Kehilangan Kader tawadhu Nahdathul Ulama. Kader pemersatu kaum Betawi. Pencinta pendidikan. Guru sepanjang hayat, mulai dari guru SD sampai Guru kehidupan. Dengan tetap mengikuti Virtual meeting di kampus saat menerima berita tersebut, saya berdoa untuk beliau: “Allahummaghfir lahu, warhamhu wa’afihi, wa’fu anhu… Allahumma la tahrimna ajrahu wala taftinnaa ba’dahu waghfirlanaa walahu.. Ya ayunnafsul muthmainnah ir ji’i ilaa Rabbiki rhadiiyatam mardhiyyah fadkhulii fii ‘ibaadi wadkhulii jannatii…”.

Bang Ipul, begitu saya biasa menyapa beliau dalam pertemuan informal. Pak Sekda, dalam pertemuan formal, adalah pejabat yang sederhana, humoris, dan pekerja keras. Sekretaris Daerah adalah posisi tertinggi dan puncak karir dari seorang Pegawai Negeri Sipil di Pemerintah Provinsi. Dalam suatu kesempatan di tahun 2016 saya pernah bertanya: “Bang, usia abang dua tahun lebih muda dari saya, saat ini abang baru berusia 52 tahun, tetapi karir sudah dipuncak. Rasanya, hitung-hitungan manusia, ga mungkin tetap jadi sekda sampai pensiun di usia 60 tahun. Rencana abang bagaimana? Tanya saya. “Balik jadi guru SD lagi aja, siklus hidup kan begitu”, jawab beliau. Sungguh jawaban di luar dugaan saya. Sangat sederhana fikiran beliau. Saya pun bertanya lebih lanjut dengan sedikit menggoga: “ga ada rencana jadi Gubernur?”. “Mana ada potongan saya jadi gubernur? Jadi Sekda saja sudah alhamdulillah”. “iya Bang, jadi Sekda juga sebenernya ga ada potongan” gurau saya.

Kami berdua tertawa terkekeh. Keakraban yang sangat jarang terjadi. Seorang anak buah dapat “menggoda” atasannya. Saling menggoda terjadi bukan hanya sekali atau dua kali, tetapi seringkali. Bahkan disela-sela rapat Baperjab yang melelahkan seringkali kami saling “menggoda” untuk membuat suasana tetap segar kendati rapat berarkhir hingga dini hari.
Selesai tertawa terkekeh, Beliau mengajak saya menemaninya makan siang. Sambil makan, beliau menceritakan perjalanan karirnya di Pemda DKI Jakarta mulai dari guru SD, jadi penilik, jadi kepala seksi, jadi kepala bidang, jadi wakil kepala dinas, jadi kepala dinas, jadi walikota, sampai menjadi Sekretaris Daerah Provinsi DKI Jakarta.

Saya betul-betul menikmati cerita beliau selain tentu saja menikmati makan siang ala Betawi yang segar dan nikmat. Sungguh prestasi yang luar biasa. Jarang sekali ada PNS yang dapat menapaki karier seruntut bang Ipul. Di Usia 51 tahun menjadi Sekretaris Daerah dan mendapat kenaikan pangkat istimewa golongan IV-e di usia 52 tahun. Sepengetahuan saya belum ada PNS DKI Jakarta yang sukses manapaki karier seperti bang Ipul.
Tak terasa waktu sudah pukul 13. Kami belum shalat zuhur. Selesai berwudlu, Bang Ipul mempersilahkan saya mengambil wudlu di kamarnya. Selesai berwudlu, saya lihat dua sajadah sudah menghampar untuk kami shalat berjamaah. Tentu saja saya mempersilahkan beliau menjadi imam. “Ngga, Prof yang secara fikih lebih layak jadi imam karena lebih tua, guru besar, dan pimpinan Muhammadiyah”.

Jawab beliau. “tapi ngajinya kan bagusan Abang” jawab saya. “iya… kalo shalat zuhur kan kaga kedengeran. Nanti kalo maghrib, Isya, Subuh baru saya yang jadi imam”. Jawabnya berseloroh. Saya pun maju menjadi imam, sambal menimpali gurauan beliau. “Pimpinan NU memang ga mau kalah dengan pimpinan Muhammadiyah”. Beliau tersenyum kecil seraya mengumandangkan iqamah tanda kami akan memulai shalat zuhur berjamaah.

Pada tahun 2017, selain sebagai Kepala Badan Kepegawaian (BKD) Provinsi DKI Jakarta, Wakil Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah DKI Jakarta, saya juga diberi amanah sebagai Ketua Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) DKI Jakarta. Di ruang kerja beliau saya mengeluhkan tentang rendahnya pendapatan guru di sekolah-sekolah swasta. Bang Ipul mendengarkan paparan saya dengan serius. Saya ceritakan tentang tujuh kategori kesejahteraan guru di sekolah DKI Jakarta dilihat dari besaran pendapatannya. Yang paling rendah adalah guru swasta papan bawah. Sebagai mantan guru dan pernah menjadi Wakil Kepala Dinas Pendidikan Dasar Provinsi DKI Jakarta tentu saja beliau dengan sangat mudah dapat memahami pemaparan saya. “jadi, usul kongkritnya apa Prof ?”. tanya beliau dengan serius. “Kita selayaknya memberikan tambahan pendapatan kepada mereka Bang” jawab saya. “Mekanismenya bagaimana”? tanyanya lagi. “Hibah melalui PGRI atau Lembaga lainnya yang memenuhi syarat dan memiliki kemampuan untuk menyalurkan hibah”, jawab saya.

Sebagai pejabat yang mengetuai penyusunan RAPBD DKI Jakarta tentu beliau sangat paham dengan mekanisme tersebut. “Iya, coba deh PGRI usulkan”. Perintah beliau.
Tibalah Musrenbang. Usulan PGRI dibahas. Dinas Pendidikan memberi dua catatan. Pertama, anggarannya terlalu besar, mendekati satu trilyun. Kedua, mekanisme hibah akan menimbulkan persoalan di dua tahun kemudian karena hibah tidak boleh terus menerus. Saya nyaris pesimis usulan tersebut akan dimasukan dalam RAPB DKI Jakarta. Kebetulan saya diundang sebagai nara sumber dalam pembahasan musrenbang tersebut. Saya pun interupsi. “Pak Sekda, jika anggarannya terlalu tinggi, mungkin untuk pertama kali ini dapat diberikan separuhnya dulu”. Usul saya.

Dengan cepat beliau memutuskan. “Setuju. Masukan dalam usulan separuh dari yang diusulkan”. Perasaan saya gembira sekali. Saya berkeyakinan, keputusan itu beliau ambil karena pemahaman beliau yang mendalam mengenai pentingnya kesejahteraan guru dalam meningkatkan kualitas Pendidikan di DKI Jakarta. Hibah tersebut hingga kini masih terus dianggarkan sebagai komitmen Pemda DKI Jakarta dalam meningkatkan kesejahteraan guru sekolah swasta di DKI Jakarta.

Dalam suatu kesempatan olah raga pagi di Monas, beliau bertanya ke saya. “Apalagi Prof yang harus kita lakukan untuk meningkatkan pendidikan, terutama di sekolah swasta?”. “Hibah sarana prasarana pendidikan pak Sekda”, jawab saya. “Itukan biaya investasi. Apa boleh kita memberi hibah?. Biaya investasi kan tanggung jawab Yayasan penyelenggara pendidikan”. Tanya beliau. “Iya Pak, tapi good practices di sejumlah negara maju, pemerintah juga bisa mengalokasikan biaya untuk sekolah swasta” jelas saya. Perkara ini memang sampai sekarang belum dapat direaliasaikan. Tetapi setidaknya saya semakin meyakini bahwa bang Ipul sangat perhatian pada upaya memajukan pendidikan di DKI Jakarta. Setiap ada perhelatan PGRI beliau selalu menyempatkan hadir dan dengan bangga menggunakan seragam batik Kusuma Bangsa PGRI. Pada masa beliau juga lahir tradisi tabur bunga di makam pahlawan Jakarta Muhammad Husni Thamrin pada setiap hari ulang tahun PGRI.

Bang Ipul memang guru sejati. Guru yang tak banyak bicara tetapi banyak memberi keteladanan. Beliau bangga menjadi guru, Allah memberi kebanggan setimpal lainnya dengan memberinya amanah sebagai Sekretaris Daerah, puncak karier seorang PNS di Pemerintah Provinsi DKI Jakarta

“Bang, usia abang dua tahun lebih muda dari saya, saat ini abang baru berusia 52 tahun, tetapi karir sudah dipuncak. Rasanya, hitung-hitungan manusia, ga mungkin tetap jadi sekda sampai pensiun di usia 60 tahun. Rencana abang bagaimana?” Pertanyaan yang saya ajukan pada 2016 itu masih terasa terngiang di telinga saya. Jawaban sederhana itupun masih terngiang: “ingin kembali jadi guru SD”.Allahu akbar, Kemuliaan cita-cita ingin kembali menjadi guru SD, dibalas oleh Allah swt dengan kemuliaan lain: tetap menjadi Sekretaris Daerah sampai akhir hayatnya.

Selamat jalan pak Sekda. Selamat jalan guru dan sahabat ku. Selamat jalan bang Ipul. Syurga telah menanti Abang….

Cibulan,
Kamis dini hari 17 September 2020.
Agus Suradika.

 

Baca Selanjutnya

DARI PENULIS

BERITA TERKAIT

IKLAN

TERBANYAK DIBACA

BACA JUGA