Prof Dr H Agustutin ; IBADAH QURBAN MERUPAKAN TRANSFORMASI NILAI NILAI TRASIDENTAL

Prof Dr H Agustutin ; IBADAH QURBAN MERUPAKAN TRANSFORMASI NILAI NILAI TRASIDENTAL

Sesungguhnya ibadah Qurban dilakun sebagai rasa syukur atas rezeki yg di dapatkan dan untuk lebih mendekatkan diri kepada Allah Swt.

Hal ini sesuai firman Allah Swt dlm QS Al Kautsar ayat 1-3;
‘Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak. Maka dirikanlah salat karena Tuhanmu, dan berkurbanlah.’

Atas dasar ayat tersebut, apabila diimplementasikan dalam kehidupan , maka makna Qurban adalah mengajarkan kepada kita untuk senantiasa ikhlas dan rela berkorban dalam menghadapi berbagai cobaan, menyadari semua yang ada pada kita adalah milik Allah dan hendaknya kita selalu taat kepada orang tua, seperti yang diajarkan melalui kisah Nabi Ismail yang rela dan ikhlas memenuhi perintah Allah Swt melalui Ayahnya Ibrahim AS.

Terkait dg qurban di tengah wabah covid-19 yang terjadi saat ini, justtu untuk membuktikan ketaqwaan dan keikhlasan kita, atas rezeki yang kita peroleh dari Allah Swt, sehingga lebih berempati dengan sesama akibat dampak covid-19..
Karena itu iIbadah Qurban mengandung transformasi nilai bersifat transendental sebagai perwujudan dari rasa taqwa kepada Allah SWT dan secara kontekstual ibadah Qurban sebagai aktualisasi dari rasa kemanusiaan dan toleransi kepada sesama, khususnya keberpihakkan terhadap umat yang termiskin, terjauh dan tertinggal .

Dengan semangat berqurban itulah harmonisasi tersemai dalam kerangka kemanusiaan , untuk menanggalkan egoisme dan materialisme.

Apa lagi kosep dari ajaran agama Islam adalah sebagai agama rahmatan lil alamain, yang mengajarkan dan mewajibkan kepada pemeluknya untuk senantiasa menebarkan kebaikan kepada semua manusia tanpa terkecuali.
Ajaran Islam tidak selalu berbicara mengenai ibadah wajib (mahdhah, vertikal) yang bersifat pribadi, akan tapi juga ibadah sosial (ghoiru mahdhah, horisontal) yang disebarkan secara luas.

Hal tersebut merupakan sesuatu yang tidak dapat ditawar lagi dan harus berjalan secara integral serta keduanya haru seimbang. Melakukan ibadah individu yang bersifat wajib tanpa memperhatikan ibadah sosial, niscaya orang tersebut merupakan orang yang merugi. Sedangkan melakukan ibadah sosial tanpa dibarengi ibadah wajib, maka hal tersebut akan menjadi sia-sia. Oleh karena itu, kita sebagai umat muslim, selain kita harus saleh secara pribadi, namun kita juga harus saleh secara sosial.
Tetapi pada kenyataannya, masih banyak umat Islam di Indonesia yang masih memahami bahwa kesalehan di mata Allah hanya kesalehan pribadi semata. Sementara itu, kesalehan sosial belum dianggap sesuatu yang penting dan menjadi bagian dari hidup keseharian. Padahal dalam ajaran Islam, banyak nilai-nilai sosial yang diajarkan dan memiliki peran yang sangat besar dalam pembangunan bangsa. Salah satu nilai-nilai yang dianjurkan dalam ajaran agama Islam adalah berkurban. Dengan ibadah kurban, akan tumbuh rasa kepedulian sosial terhadap sesama.

Kenyataan dari kehidupan kita saat ini , menunjukkan banyak saudara-saudara di sekitar kita masih hidup dalam , serba kekurangan dan mengalami tekanan hidup ditambah lagi denga adanya wabah COVID 19 ini. Tentu hal ini menjadi tantangan tersendiri dalam ibadah yang lebih praktis dan berdampak sosial.

Dalam konteks inilah pembahasan sosial dalam praktik ibadah kurban penting didiskusikan lebih lanjut.
Dengan ibadah kurban ini, pintu hati kemanusiaan akan terbuka, tumbuh rasa kepedulian sosial serta munculnya rasa senasib sepenanggungan terhadap apa yang sedang menimpa saudara- saudara kita di bumi Indonesia (Mahfud, 2014).

Berkurban pada hari raya idul adha, dapat dikatakan sebagai salah satu bentuk derma .

Berderma dalam ajaran agama Islam merupakan suatu hal yang diwajibkan kepada setiap pemeluknya. Hal tersebut telah banyak disebutkan dalam alquran dan hadis, bahwasanya setiap harta yang dimiliki oleh setiap orang, sebagiannya terdapat hak orang lain untuk didermakan ke sesama manusia. Derma bukan hanya sebagai ritual ataupun purifikasi spiritual semata, namun hal
tersebut menjadi salah satu faktor pendorong untuk pembangunan sosial-ekonomi yang berkelanjutan (Awang, et al., 2017)

Binatang yang disembelihan yang pada hari raya idul adha dan hari-hari tasyriq sebagai bentuk mendekatkan diri kepada Allah sang pencipta alam semesta

Seperti yang disebut DALAM FIRMAN Allah Swt:
“Dan telah Kami jadikan untuk kamu unta-unta itu sebahagian dari syi’ar Allah, kamu memperoleh kebaikan yang banyak padanya, maka sebutlah olehmu nama Allah ketika kamu menyembelihnya dalam keadaan berdiri (dan telah terikat). Kemudian apabila telah roboh (mati), maka makanlah sebahagiannya dan beri makanlah orang yang rela dengan apa yang ada padanya (yang tidak meminta-minta) dan orang yang meminta. Demikianlah Kami telah menundukkan unta-unta itu kepada kamu, mudah- mudahan kamu bersyukur.”
(QS Al-Hajj: 36)

Baca Selanjutnya

DARI PENULIS

BERITA TERKAIT

IKLAN

TERBANYAK DIBACA

BACA JUGA