Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan sejumlah faktor yang menyebabkan pertumbuhan ekonomi Indonesia mentok di 5 persen dalam lima tahun belakangan.
Bahkan tahun ini, JPMorgan memprediksi di tahun 2019, pertumbuhan ekonomi hanya tumbuh 4,9 persen.
Sri Mulyani mengatakan, salah satu alasan ekonomi RI sulit menembus angka 5 persen adalah lesunya pertumbuhan investasi. Padahal di domestik, pertumbuhan konsumsi tumbuh terjaga di kisaran 5 persen.
“Agar ekonomi RI bisa tunbuh di level 7 persen, kontribusi konsumsi harus tumbuh stabil di 5 persen. Selain itu juga investasi yang juga tumbuh double digit di 12 persen hingga 13 persen,” ujar dia dalam seminar Asian Infrastructure Investment Bank (AIIB) di Grand Hyatt, Jakarta, Selasa (26/11/2019).
Padahal, Presiden Joko Widodo sempat mengatakan, Indonesia menargetkan untuk menjadi bagian dari lima negara dengan ekonomi terbesar di dunia pada 2045 mendatang.
Untuk itu, ekonomi RI harus bisa tumbuh 7 persen setiap tahun agar ekonomi Indonesia bisa mencapai 7 triliun dollar AS pada 2025 mendatang.
Sri Mulyani mengatakan, sejak krisis keuangan global terjadi, Indonesia mengalami tekanan dalam hal pertumbuhan investasi yang tertahan di level 7 persenz bahkan terkadang hanya 5 persen dalam setahun.
*”Jadi investasi adalah hal yang penting dan menjadi fokus Presiden Jokowi sebagai batu loncatan awal. Karena tidak bisa tumbuh 7 persen hanya mengandalkan neraca keuangan pemerintah,” ujar dia*
*Sri Mulyani mengatakan, saat ini pemerintah juga terus berupaya meningkatkan investasi. Salah satunya denggan memperbaiki regulasi dan memangkas sejumlah perizinan yang kerap dikeluhkan investor.*
*Selain itu, pemerintah juga akan mengeluarkan Undang-Undang (UU) Omnibus Law yang akan merevisi seluruh aturan sebelumnya. Omnibus Law ini mencakup sektor ketenagakerjaan hingga perpajakan.
*Institute for Development of Economics and Finance (Indef) memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2020 mencapai 4,8 persen, lebih rendah dibanding tahun ini.*
Perlambatan ekonomi Indonesia ini masih dipengaruhi nilai ekspor dan investasi yang menurun.
Selain itu, perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China yang terus berlanjut juga memicu lambatnya perekonomian.
*”Kita melihat dari segi faktor ekspor yang menurun, kemudian dari segi jalur transmisi investasi yang sepertinya kita tidak menikmati kenaikan seperti 10 tahun lalu. Biasanya setelah Pemilu ada kenaikan investasi. Tetapi, karena masalah perang dagang dan geo politik sepertinya akan sulit buat kita alami di tahun depan,” jelas Direktur Program Indef, Berly Martawardaya, dalam acara ‘Proyeksi Ekonomi Indonesia 2020, di Jakarta, Selasa (26/11/2019).*
*Kekuatan ekonomi Tanah Air selama ini masih bertumpu terhadap konsumsi terutama konsumsi rumah tangga pada kuartal III-2019 menyumbang sebesar 5,01 persen.⁰*
Namun, angka ini lebih rendah dari kuartal sebelumnya yang mencapai 5,17 persen. Pendorong lainnya, yaitu berupa belanja pemerintah dari penggunaan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN).*
Bank asal Amerika Serikat (AS) JP Morgan meramal pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2019 akan berada di posisi 4,9 persen.
Penurunan proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia tersebut disebabkan permintaan barang modal yang melambat.
Dilansir dari riset JP Morgan pada edisi November 2019 tentang proyeksi ekonomi Indonesia, pada 2019 ini, data permintaan barang modal Indonesia menggambarkan tren yang sama, salah satunya adalah dengan impor barang modal yang meningkat.
Bila tren tersebut tidak membaik, tentu saja ini menjadi titik balik bagi belanja modal atau capex yang sebelumnya telah mengalami perbaikan, sehingga nantinya bisa berpengaruh pada kembali melebarnya defisit transaksi berjalan.
Baca juga: Pertumbuhan Ekonomi Indonesia 2020 Diprediksi Melambat ke 5,1 Persen
Dengan adanya kemungkinan tersebut, JP Morgan berharap agar pemerintah Indonesia memberikan dukungan dari sisi kebijakan baik itu fiskal maupun moneter yang nantinya bisa memengaruhi aliran modal asing, khususnya terkait dengan dominasi aliran masuk modal portofolio untuk menutup defisit neraca transaksi berjalan saat ini.
JP Morgan merinci komponen penyokong pertumbuhan ekonomi pada 2019. konsumsi diramalkan akan tumbuh sebesar 3 persen atau lebih rendah dari tahun sebelumnya yang mencapai 3,1 persen.
Sementara untuk investasi, JP Morgan meramalkan komponen ini akan tumbuh sebesar 1,3 persen atau jauh lebih rendah dari tahun 2018 yang mengalami pertumbuhan hingga mencapai 3 persen. Sementara net trade diperkirakan akan tumbuh sebesar 0,5 persen.
Kabar baiknya, JP Morgan masih melihat indeks harga konsumen (IHK) akan mengalami inflasi sebesar 2,8 persen dan pada Desember 2o20nanti akan berada di kisaran 2,7 persen secara tahunan (yoy). (Bidara Pink)