Nun sukun atau Nun mati adalah huruf nun yang menggunakan harakat sukun. Ia tidak menggunakan Fathah, kasrah, ataupun dhammah. Dengan menggunakan harakat ini, nun tidak dapat dibunyikan, kecuali diawali huruf lain.
Contoh : مِنْكَ – يَنْصُرُ
Adapun tanwin secara bahasa adalah baris dua, baik baris dua atas (fathatain) baris dua bawah (kasratain) baris dua depan (dhammatain).
Dalam pengertian lain, tanwin adalah:
نُوْنُ سَاكِنِهٌ تَلْحَقُ الاَ حِرَلَفْظً لاَ خَطً
“ Suara huruf nun mati di akhir kalimat atau kata, yang ada ketika dilafazkan dan tidak ada ketika dituliskan”.
Jika dikaitkan dengan nun sukun, maka tanwin memeliki kesamaan dari segi pengucapan dengan nun sukun, tetapi beda dalam tulisan. Jadi. Pada dasarnya tanwin itu bermula dari nun sukun yang terdengar dalam bahasa lisan (pengucapan) dan tidak terlihat dalam bahasa tulis ( tulisan).
Contoh: عَلِيمًاdibacaعَلِيْمَنْ
عَلِيْمٍdibacaعَلِيْمِن
عَلِيْمٌ dibacaعَلِيْمُنْ
Catatan:
a. Apabila ada huruf yang bertanwin yang disambut oleh alif lam (ال ) yang ada pada isim dan di namakan alif lam, “washal” maka bunyi nun sukun yang ada pada tanwin itu dibaca dengan harakat kasrah (bawah). Dalam kaidah ilmu nahwu, kodisi seperti ini dikenal dengan istilah”melepaskan dua yang sukun”. Kondisi seperti ini dalam al-Qur’an biasanya ditulis menggunakan huruf dammah dan menambahkan huruf nun kecil berbaris bawah dibawa huruf alif.
Contoh:اللهُ اَحَدٌ اَللهُ الصَّمَدditulisاَللهُ اَحَدُاَاللّهُ الصَّمُد
b. Apabila ada huruf yang bertanwin yang disambut oleh huruf yang berharakat sukun, maka bunyi nun yang mati pada tanwin itu dibaca dengan kondisi nun berharakat kasrah.
Contoh: خَبِيْثَةٍ اجْتُثَّتَ dibaca خَبِيْشَةِ اجْتُثَّت