Pantun Renungan (edisi 17) Ibadah Orang yang Zuhud

Pantun Renungan (edisi 17) Ibadah Orang yang Zuhud

 

Syaikh Ibnu Athoillah berkata
Dalam al-hikam Pasal empat lima Tentang kualitas amaliah kita Hati yang zuhud penting perannya

Ma Qolla ‘Amal Baroz min Qolbin Zahid
Untaian Hikam di kalimat pertama
Amal yang lahir dari hati yang zuhud
Tidak dianggap sedikit nilainya

La Katsuro ‘Amal Baroz min qolbin roghib
Untaian kalimat hikam selanjutnya
Amal yang timbul dari hati yang roghib
Tidak ‘kan dipandang banyak nilainya.

Mungkin ada sahabat yang bertanya
Kata zuhud apa maksudnya
zuhud itu bukan tak hirau dunia
hanya hati tak terikat olehnya

Tentang Zuhud Imam zunaid berkata
Orang yang tak bangga dengan harta
Serta tak sedih kala tak punya
Itulah esensi zuhud sesungguhnya

Allahummaj’aliddunya fi aydina
Wa la taj’alha fi qulubina
Doa masyhur di kalangan mereka
Yang hatinya tak terikat dunia

Zuhud gampang diucapkan
Terasa sulit ‘tuk diamalkan
Ikhtiar tetap kita upayakan
Semoga Allah memudahkan

Imam Hasan al-Bashri ditanya
Rahasia zuhud yang dimiliki
dijawab dengan santunnya
Ingin tahu, baca berikut ini.

*Penjelasan*

Makna dari Hikam Athoillah pada bait pantun di atas adalah bila kita ingin mengukur apakah pahala atau nilai amal ibadah kita banyak atau sedikit, kita bisa melihat pada bagaimana hati kita saat melakukan ibadah tersebut. Jika hati kita zuhud dari dunia, in syaa Allah ibadah yang kita kerjakan meskipun sedikit dan tidak banyak menurut penglihatan zahir kita, pada hakikatnya nilai ibadah kita tersebut banyak di sisi Allah SWT. Karena pahala dan nilai ibadah yang bersumber dari kezuhudan hati itu lebih banyak dan tingggi nilainya. Sahabat Nabi, Abdullah Ibnu Mas’ud RA berkata:

رَكْعَتَانِ مِنْ عَالِمٍ زَاهِدٍ خَيْرٌ وَأَحَبُّ إِلَى اللهِ تَعَالَى مِنْ عِبَادَةِ الْمُتَعَبِّدِيْنَ الرَّاغِبِيْنَ أَبَدًا سَرْمَدًا

“Dua roka’at dari seorang yang berilmu yang zuhud lebih baik dan lebih dicintai Alloh dibandingkan ibadahnya ahli-ahli ibadah yang senang dunia seumur hidupnya.” (Al-Syaikh Ihsan Muhammad Dahlan al-Jamfasiy al-Kadiriy, *Siraj al-Thalibin*, Juz 2, Dar al-Kutub al-‘Ilmiyah, hal. 54)

Lalu apa yang dimaksud dengan zuhud ?

Dalam kitab *al-Wafi Fi Syarh al-Arba’in al-Nawawi* dijelaskan bahwa cukup banyak definisi dari ulama salaf al-Sholih terkait definisi zuhud. Namun semuanya bermuara kepada sebuah definisi yang diberikan oleh Imam Ahmad bahwa Abu Idris al-Khaulani RA berkata:

“ليسَ الزَّهادةُ في الدُّنيا بتحريمِ الحلالِ ولا إضاعةِ المالِ إنما الزَّهادةُ في الدُّنيا أن لا تَكونَ بما في يدِ اللَّهِ عزَّ وجلّ أوثقَ َ منْكَ بما في يديْكَ وإذا أصبت مصيبة كنت أشد رجاء لأجرها وذخرها من اياها لو بقيت لك.”

“Zuhud terhadap dunia bukanlah mengharamkan yang halal dan dengan membuang harta. Akan tetapi yang dimaksud zuhud terhadap dunia adalah kamu lebih meyakini apa yang ada di sisi Allah daripada apa yang ada di tanganmu. Dan bila ditimpa musibah, kamu lebih berharap untuk mendapatkan pahala daripada harta tersebut tetap ada pada kamu.” ( Al-Syaikh Dr. Musthofa al—Bugho dkk, *al-Wafi fi syarh al-Arba’in al-Nawawiy*, Dar al-kalim al-Thoyyib, Damaskus, 1995 hal 230)

Dari definisi di atas, tergambar bahwa zuhud itu amalan hati bukan amalan zhahir. Karena itulah Syaikh Abu Sulaiman al-Daraniy mengatakan:

لاَ تَشْهَدْ لِأَحَدٍ بِالزُّهْدِ، فَإِنَّ الزُّهْدَ فِي الْقَلْبِ

“Janganlah kamu bersaksi bahwa seseorang itu zuhud, karena zuhud tempatnya di hati.” ( Syaikh Yusuf al-Qordhawi, *al-Wara’ wa al-Zuhd*, Maktabah Wahbah, cet.1, 2010, hal.90).

Dengan demikian zuhud bukan terkait dengan masalah punya harta atau tidak punya, tapi ia lebih kepada hati dan penggunaan harta tersebut. Ketika seseorang punya harta yang banyak lalu hatinya bersyukur dan tidak terikat dengan harta tersebut. Kemudian sebagai ungkapan dari rasa syukur, harta tersebut digunakan untuk beribadah, berjuang di jalan Alloh, maka orang tersebut dikategorikan zuhud. Sebaliknya orang yang miskin harta, namun harta yang ada dan juga tidak banyak jumlahnya tersebut, tidak disyukuri dan tidak dipakai beribadah, maka ia tidak dikatakan zuhud walaupun miskin.
Islam mengajarkan umatnya untuk mencari harta dengan cara yang benar dan menggunakannya juga dengan benar. Coba perhatikan dari Rukun Islam yang lima, bukankah hanya satu yang tidak pakai modal (baca: harta), yaitu mengucapkan kalimat syahadat. Yang empat lainnya butuh harta untuk bisa melaksanakannya. Sholat meski ia ibadah badaniah tapi butuh modal, butuh uang. Misal untuk membeli pakaian guna menutup aurat, begitu pula ibadah puasa, apalagi ibadah zakat dan haji.
Mengaca sejarah para sahabat, bukankah dari sepuluh sahabat yang dijanjikan masuk surga, ada beberapa sahabat yang kaya, semisal Utsman bin Affan, Tholhah bin Ubaidillah, Abdurrahman bin ‘Awf, al-Zubair bin al-‘Awwam dan Sa’ad bin Abi Waqqash (lihat: *5 (Lima) Sahabat Terkaya yang Diberitakan Masuk Surga* dalam: https://dsnmui.or.id/5-lima-sahabat-terkaya-yang-diberitakan-ma suk-surga/5/). Dan tentu kita tidak berani untuk mengatakan lima orang sahabat Rasul Shallallahu ‘alaihi wasallam tersebut tidak zuhud? Jadi zuhud itu urusan dan terkait dengan hati. Oleh karenanya ada yang mengatakan makna zuhud itu:

بُرُوْدَةُ الدُّنْيَا عَلَى الْقَلْبِ
“Dinginnya dunia pada hati.”
Maksudnya adalah hati kita tidak terpengaruh pada dunia bagaimanapun nilai dan gemerlapnya dunia.

Syaikh Musthofa al-Bugho dalam kitabnya al-Wafi mengatakan bahwa pada dasarnya zuhud bisa disimpulkan dalam tiga hal ( hal 231):

1. Lebih meyakini apa yang ada di sisi Allah daripada yang ada pada dirinya. Sikap ini lahir dari keyakinan yang benar dan penuh kemantapan bahwa Allah akan senantiasa menjamin rezeki hamba-Nya.

2. Bila mendapatkan musibah dalam urusan dunia, misal kehilangan harta, maka ia lebih berharap akan mendapatkan pahala atas musibah tersebut. Sikap ini lahir dari keimanan yang sempurna dan menunjukkan zuhudnya terhadap dunia. Ibnu Umar RA berkata, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam dalam doanya menyebutkan:

اللَّهُمَّ اقْسِمْ لَنَا مِنْ خَشْيَتِكَ مَا تَحُولُ بِهِ بَيْنَنَا وَبَيْنَ مَعَاصِيكَ ، وَمِنْ طَاعَتِكَ مَا تُبَلِّغُنَا بِهِ جَنَّتَكَ ، وَمِنَ الْيَقِينِ مَا تُهَوِّنُ عَلَيْنَا مَصَائِبَ الدُّنْيَا

“Ya Allah, berikanlah kepada kami rasa takut kepada-Mu sebagai penghalang untuk bermaksiat kepada-Mu, ketaatan kami kepada-Mu sebagai jalan yang menyampaikan kami ke surga-Mu, dan keyakinan kami kepada-Mu sebagai penenang bagi kami atas musibah dunia yang menimpa”.

3. Pujian dan celaan tidak mempengaruhi dirinya dalam berpegang teguh pada kebenaran.

Lalu bagaimana cara untuk memperoleh sikap zuhud? Imam Hasan al-Bashri saat ditanya tentang apa rahasia zuhudmu, beliau mengatakan:

قيل للحسن ما سر زهدك؟ قال
علمت أن رزقي لا يأخذه غيري فاطمأن قلبي
وعلمت أن الموت ينتظرني فأعددت الزاد لقاء ربي.
وعلمت أن الله مطلع عليّ فاستحييت أن يراني على معصية

Imam Hasan al-Bashri ditanya tentang rahasia zuhunya, beliau menjawab:
“Aku tahu rezekiku tidak akan diambil orang lain, karena itu, hatiku selalu tenang.
Aku pun tahu kematian itu sudah menungguku, karena itulah, aku selalu menyiapkan bekal untuk hari pertemuanku dengan Tuhanku.”
Aku tahu Allah SWT selalu memperhatikanku, karena itulah aku malu jika Allah melihatku sedang bermaksiat”. (Arsyif Multaqo Ahl al-Hadits, hal. 196 dalam al-maktaba.org/ book/31621/ 46198#p3).

Wallahu a’lam bi al-Showab

Semoga Bermanfaat.
*Salam Bahagia dari Ahmad Rusdi*, 010102020

Baca Selanjutnya

DARI PENULIS

BERITA TERKAIT

IKLAN

TERBANYAK DIBACA

BACA JUGA