Kewalian Maulana Syeikh Tuan Guru Kyai Haji Muhammad Zainuddin Abdul Majid (episode 3 ) Masalah Karomah

Kewalian Maulana Syeikh Tuan Guru Kyai Haji Muhammad Zainuddin Abdul Majid (episode 3 ) Masalah Karomah

Untuk istilah karomah, berasal dari bahasa Arab, “Karoma-Karim yang berarti mulia. Dalam kamus bahasa Indonesia sendiri, sepertinya tidak dikenal kata karomah. Tapi yang ada hanyalah kata “keramat”, sehingga kata karomah tersebut sering disebut dengan keramat. Dan istilah keramat inipun, memang suatu peristiwa yang sepertinya sulit diterima oleh akal pikiran manusia pada umumnya. Meski demikian, karomah sering dijumpai dalam berbagai literatur keagamaan, termasuk dalam literatur agama-agama selain Islam.

Dan pada dasarnya, eksistensi karomah itu sendiri tidaklah kontradiksi atau memiliki pertentangan dengan ilmu pengetahuan modern. Dimana, dalam ilmu pengetahuan modern ada juga dikenal istilah pychokinesys, yaitu perilaku luar biasa dan irrasional yang dimiliki oleh orang-orang tertentu.
Dengan demikian, ketika ada cerita peristiwa supranatural dari para wali, ulama, atau para kyai, sepertinya tidak masuk akal bagi orang-orang yang belum mempelajari parapsychology. Dan bagi seseorang yang sudah mempelajarinya dan apalagi sudah melakukan eksperimen, maka peristiwa seperti itu sama sekali bukan sesuatu yang tidak masuk akal atau irrasional. Listrik, telephon dan handphon adalah hal yang irrasional bagi orang-orang yang belum pernah melihatnya. Namun bagi orang-orang yang sudah melihat dan apalagi sudah menggunakannya, maka hal itu bukanlah sesuatu yang aneh.

Karomah itu, memang ada dan tidak bisa terbantahkan. Dan keberadaan karomah iu sendiri, tentu didasarkan pula pada dua argumentasi atau dalil yang kuat (al-Qath`i). Pertama, dengan menggunakan dalil logika (al-`Aqli). Dimana, secara akal dan menurut rasio manusia, adanya karomah adalah jaiz. Artinya, tidak mustahil bagi Allah Subhanahu wa ta`ala menciptakan karomah dan menganugerahkannya kepada seorang wali. Kedua, dengan menggunakan dalil naqli, yakni argumentasi yang berdasar pada Al-Qur’an atau Hadits. Dalam konteks ini, Nampak kita perhatikan, seperti adanya kisah Maryam dan makanan dari surga (QS.Ali Imran (3):37), kisah Ashab al-Kahfi (QS.Al-Kahfi (18):17), dan kisah Ashif, salah seorang pembantu Nabi Sulaiman `alaihissalam yang bisa memindahkan singgasana atau istananya Ratu Bilqis ke istananya Nabi Sulaiman sendiri dengan jarak yang sangat jauh, tapi dalam waktu sekejap (QS.al-Qashash (28):40).

Selanjutnya dalam persoalan kewalian dan karomah dalam bahasan ini, pada dasarnya memiliki hubungan yang erat dengan keyakinan (al-Aqidah) seorang mukmin, sebab kewalian itu terbagi atas dua macam, yaitu Wali ar-Rahman (Wali Allah) dan Wali asy-Syaithan (Wali Syetan). Salah satu dari karomah tersebut adalah merupakan karomah yang haq. Dalam hal ini, karena Allah Subhanahu wa ta’ala justeru memuliakan para wali-Nya dari antara hamba-hamba-Nya yang shalih.

Sementara itu, ada pula jenis karomah yang merupakan fitnah dan istidraj (hal luar biasa yang berasal dari syetan), sehinga bisa sebagai sebuah adzab dan kehinaan. Ketidakmampuan dalam membedakan antara karomah yang diberikan kepada seorang mukmin dengan kehinaan yang berasal dari syetan, akan membuat seseorang terjerumus kepada kekeliruan. Dan hal ini, pada akhirnya akan mengakibatkan banyak kaum mukminin yang meyakini dan bahkan mengamalkan kebatilan itu sendiri. Dari sini, penulis merasa perlu kiranya akan memaparkan suatu pembahasan mengenai permasalahan ini, sehingga akan terang dan jelas, mana yang di sebut sebagai karomah yang benar (al-Haq) dan mana yang tiruan (al-Bathil).

 

Hal itu bertujuan agar seorang mukmin dapat memahami secara sempurna apa yang diyakininya, dimana keyakinan tersebut merupakan modal utama untuk mendapatkan kebahagiaan di dunia dan juga di akhirat kelak.

Baca Selanjutnya

DARI PENULIS

BERITA TERKAIT

IKLAN

TERBANYAK DIBACA

BACA JUGA