Dakwah TGB (36) NABI SUKSES DISEPUH PROSES

Dakwah TGB (36) NABI SUKSES DISEPUH PROSES

Oleh: Abah Rosela Naelal Wafa

Kalau kita melihat Rasulullah saw. seperti satu buku. Pasti kita akan terpesona. Pasti terpana dan terkesima. Terpesona dengan judul menarik yang ada di covernya.

Di antara judul yang bisa dipakai; سيد الأنبيآء والمرسلين (Penghulu para nabi dan rasul), أشرف الخلق أجمعين (Makhluk yang paling mulia dan paling diagungkan oleh Allah swt.), dan atau إمام المتقين (Pemimpin dari semua orang yang bertakwa).

Demikian mukaddimah ceramah yang disampaikan TGB, saat menghadiri peringatan Maulid Nabi Muhammad saw. di Tanah Bumbu Kalimantan Selatan (1440 H./2018 M.).

“Judul buku yang namanya Rasululllah saw. itu luar biasa indahnya.” Tegas TGB.

Tapi –lanjut PBNW itu–, kalau kita membuka halaman-halaman buku tersebut, membuka lembaran demi lembarannya dengan runut, dari pertama sampai akhir, bahkan hingga penutup, ternyata buku yang namanya Muhammad saw. itu isinya sungguh penuh derai air mata, kehidupan yang selalu bergelut suka dan duka.

“Tidak semua halaman isinya manis. Tidak semua isinya menyenangkan hati. Dan, tidak pula semua halaman buku itu berisi nikmat demi nikmat.” Kata Ketua Organisasi Internasional Alumni Al-Azhar (OIAA) tersebut.

Sebagai bukti betapa getir perjuangan Sang Baginda, betapa perih kehidupan Junjungan Semesta itu tersepuh oleh beragam ujian, betapa manusia mulia itu begitu berproses, yang kesemuanya dialami dalam rentang waktu yang lama.

Maka, Gubernur NTB dua priode (2008-2018) ini bercerita; bahwa sejak Nabi saw. masih diperut ibunya, ayah beliau meninggal dunia. Selang beberapa bulan setelah beliau lahir, sang bunda tercintanya juga wafat.

“Rasululllah tidak hanya sekedar yatim. Tapi, beliau adalah sebenar-benar yatim piatu.” Kata TGB menggambarkan kondisi Nabi saw. kala itu.

Selanjutnya, pengasuhan pun diambil alih Sang Kakek yang arif, tapi hanya dua tahun bersama, ia pun pergi buat selamanya. Banyak kenangan yang ditinggal penuh membekas. Sampai akhirnya, beliau pun besar di bawah asuhan Sang Paman yang berjiwa bijak.

Sungguh, sangat nyata kehidupan Baginda yang hidup dari satu pengasuhan ke pengasuhan berikutnya. Kehidupan beliau tidak ditopang ekonomi yang bergelimang, dan fasilitas mewah yang serba ada. Sandang, pangan dan papan tersedia seadanya.

Bahkan, lebih dari itu, manusia yang termulia itu sampai ikut menggembala kambing bersama Sang Paman. Berjibaku dengan terik matahari, menyusuri padang pasir, masuk dan turun ke lembah-lembah mencari pakan kambing, semua digeluti bertahun-tahun hingga beliau remaja dan dewasa.

Lembaran buku kehidupan Nabi saw. bersama keluarga dan para sahabatnya, pun pernah diboikot oleh para kafir quraisy. Derita dan ujian siang malam menjadi baju kehidupannya.

Selama tiga tahun Rasulullah saw. dan pengikutnya tidak bisa berjual beli. Mencari makanan tidak bisa. Rerumputan yang tumbuh di sekitaran mereka pun dijadikan santapan. Bahkan, untuk minum, mereka harus menadah tetesan air hujan yang menitik di punggung batu.

Sampai di situ. Andai kita yang mengalami hal serupa, maka ada dua kemungkinan, menggerutu dan atau menyangka ujian pasti berakhir. Karena, derita sudah begitu beratnya. Subhanallah!.

Eh ternyata. Ujian Rasulullah saw. itu selesai dari yang satu, pindah ke ujian berikutnya.

Setelah beliau bersama umatnya bebas dari pemboikotan, istri tercinta, sang pendamping setia, Sayyidah Khadijah menghembuskan nafas terakhir. Nabi pun mengalami kesedihan yang mendalam.

Saya, Anda dan kita semua –lagi-lagi– menyangka ujian buat Nabi akan distop Allah swt. Tapi ternyata, tulang rusuk belum lama pergi, kini Sang penopang hidup yang penuh wibawa bernama Abu Thalib, juga pamit pergi menghadap Ilahi.

Permaisuri dan paman, dua insan penopang dakwah itu, wafat di tahun yang sama. Maka, dalam Islam kita mengenalnya dengan sebutan عام الحزن (Tahun duka cita dan kesedihan).

“Ada pasang-surut. Ada susah-senang. Itulah kehidupan Rasulullah saw. Dan seperti itu pula kehidupan kita semua.” Begitu simpulan TGB yang hendak menyadarkan jamaahnya, bahwa hidup ini pasti disepuh oleh beragam ujian yang berproses.

Sampai akhirnya, dinamika kehidupan Rasulullah yang mulia itu, dengan segenap bunga-bunganya, direkam sebagiannya oleh Allah swt. dalam surah ad-Duha, ayat 1-8:

والضحى . واليل إذا سجى . ما ودعك ربك وما قلى . وللآخرة خير لك من الأولى . ولسوف يعطيك ربك فترضى . ألم يجدك يتيما فأوى . ووجدك ضالا فهدى . ووجد عائلا فأغنى .

“Hidup Nabi yang mulia bukan seperti hidup dongeng. Hidup beliau sama seperti kita. Ada proses dalam kehidupannya.” Terang TGB.

Demikian proses hidup Rasulullah, seperti itu pula hidup para pewarisnya.

Bintang Terang Al-Azhar Cairo Mesir yang bergelar Doktor dengan predikat Summa Cum Laude tersebut, dalam ceramahnya mencontohkan Imam Bukhari ra. saat menyusun kita Shahih Bukhari, kitab hadis nomor wahid setelah al-Qur’an.

Imam hadis tersebut benar-benar mengikuti proses yang panjang dalam mengumpulkan hadis. Beliau rihlah (bepergian) ke ujung-ujung dunia, sampai ke Makkah, Irak, Khurasan, Kuffah, Basrah dan Mesir hingga ke Bagdad. Apa arti semua ini?

“Nama hebat yang disandang Imam Bukhari diperoleh setelah disepuh oleh proses.” Jelas Tuan Guru Bajang.

Maka –lanjut TGB–, pelajaran penting dari perayaan Maulid Nabi Muhammad saw. ialah, “Mari kita jalani kehidupan ini dengan penuh kesyukuran dan kelapangan dadaan.” Tambahnya.

Untuk itu TGB mengingatkan kita, bahwa kalau kita ada satu atau dua ujian, janganlah merasa menjadi orang yang paling susah di dunia.

Pun demikian, kalau kita mendapatkan apa yang dicita-citakan belum terwujud, jangan sampai menganggap Allah tidak sayang pada diri ini.

Selamat membangun optimisme!

Hiduplah berproses. Nikmati proses.

Tak ada yang instan!

Wa Allah A’lam!

Bilekere, 20 Oktober 2020 M.

 

Baca Selanjutnya

DARI PENULIS

BERITA TERKAIT

IKLAN

TERBANYAK DIBACA

BACA JUGA