BASUHAN KAKI MAULANA SYAIKH UTK PONPES NW JAKARTA

BASUHAN KAKI MAULANA SYAIKH UTK PONPES NW JAKARTA

Maksud penulis, diawal tulisan sederhana ini, ingin mengawalinya dg iringan do’a; “Semoga beruntung dan sukses serta mndapatkan berkah Allah SWT untuk para Siswa/Santri dan utk para wali murid/wali santri yang telah mnyerahkan putera dan puterinya untuk sekolah atau nyantri di Pondok Pesantren Nahdlatul Wathan (NW) Jakarta “. Iringan do’a disini, krn terinsfirasi oleh keberadaan Ponpes NW yg berada Ibu Kota Jakarta ini yg ternyata sdh disirami oleh

Basuhan Kaki dari seorang kekasih Allah SWT (Wali Allah) yg makom atau tingkatan kewaliannya adalah Rajanya Para Wali (Sulthanul Awlia) di zamannya, yaitu guru besar kt Sulthanul Aulia Maulana Syaikh TGKH.Muhammad Zainuddin Abd Madjid (Maulana Syaikh). Disamping itu, memang pd saat hayatnya, beliau sgt perhatian jg pd ponpes NW yg satu ini.

Terkait cerita menarik ttg Basuhan Kaki Maulana Syaikh utk Pondok Pesantren (Ponpes) NW Jakarta ini, terekam dlm wawancara eksklusif penulis yg langsung dg pimpinan Ponpes, yakni al-Ustadz Drs. Kyai Haji Muhammad Suhaidi, SQ dg cerita sbb.

“Suatu ketika, pd th 1990 an Al-Ustadz Haji Muhammad Suhaidi sengaja pulang kampung ke Lombok utk menghadap Guru Besar kita Maulana Syaikh guna menyampaikan perkembangan pondok pesantren yg dipimpinnya di Jakarta. Setelah sampai di Lombok, pada sore harinya ia langsung menuju ke rumah beliau yg berada di Pancor Bermi, Lombok Timur.

Hal yg menarik kali ini, setelah sang murid mengucapkan salam dg sempurna dan sang murid pun disilahkan utk masuk yg kemudian menceritakan perkembangan madrasah atau Sekolah di Pondok Pesantren Nahdlatul Wathan Jakarta, dg tiba2 saja saat itu Maulana Syaikh menyuruh sang murid setianya ini utk menutup pintu rumah beliau dg rapat.

_”Suhaidi…!, Tolong tutup semua pintu rumah dg rapat2 ya!”,_ kata Maulana Syaikh.

_”inggih (ya) Datuk,_ jawabnya sang murid yg langsung bergerak bangun dr tempat duduknya utk menutup pintu rumah yg memang lg terbuka dan menutupnya dg rapat .

Setelah nampak semua pintu tertutup, lantas Maulana Syaikh kemudian bercerita kpd sang murid yg baru sj tiba dr Jakarta ini ttg syaikh Abdul Qadir Al Jaelani sbg seorang Sulthanul Aulia dan selanjutnya berkata;.

_”Suhaidi…!.,”_

_”Inggih (Ya) Datuk.”_

“Dahulu, ketika Syaikh Abdul Qadir al-Jailani diangkat oleh Allah SWT sebagai _Sulthan al Awliya’_ (rajanya para wali), maka para muridnya yg telah mngetahui prihal itu mereka berdatangan dan mencuci kaki gurunya itu. Mungkin saja, mereka bermaksud ingin mendapatkan keberkahan dari raja wali Allah ini.”

Mendengar cerita Maulana Syaikh tersebut, tentu sang murid mengangguk-anggukkan kepala, pertanda kagum dan sambil mengamini dgn mengatakan

_Iggih Datuk_ (Ya Datuk).

Selesai Maulana Syaikh bercerita seperti diatas, rupanya sang murid belum bisa memahami dan menangkap maksud isyarat yg ingin dituju oleh cerita beliau tsb.

Dan tak lama kemudian, Maulana Syaikh mencoba menambahkan utk yg kedua kalinya lagi dg menceritakn guru besarnya Syaikh Hasan Muhammad Al Massyath. Dan selanjutnya mengatakan;

_”Suhaidi….!!!,

_Ya Datuk.”_ jawab sibgkatnya lg.

“Dahulu, ketika guru saya, Maulana Syaikh Hasan Muhammad al Massyath, telah diangkat sbg _Sulthan al Awliya’_ atau sbg rajanya para Wali oleh Allah SWT, mk para muridnya pun berdatangan juga datang dan hendak menyuci sendal atau terompahnya. Mungkin saja, mereka jg bermaksud ingin mendapatkan atau meraup keberkahannya.”

Mendengar dan menyimak dua cerita penting Maulana Syaikh tersebut, sang murid yg biasa disapa Ustadz atau Kyai Suhaidi oleh jama’ah NW Jakarta ini, masih hanya sebatas mengangguk-anggukkan kepala dan merasa kagum sambil mengamini dgn mengatakan

_Inggih Datuk_ (Ya Datuk). Dan memang sedikit komentar menimpali ttg hebatnya Maulana Syaikh Hasan Muhammad al-Massyath yg diangkat oleh Allah sebagai _Sulthanul Awliya’_ tersebut.

Setelah Maulana Syaikh selesai bercerita utk yg kedua kalinya ini, dan sang murid belum jg bisa memahami dan menangkap maksud serta isyarat yg ingin dituju oleh cerita beliau ini, maka utk yg ketiga kalinya beliau berkata dg lbh tegas:

_”Suhaidi…!!!,_

_Ya Datuk”._ Sahutnya dgn cepat lg.

_”Ambil baskom di dapur, lalu isi dgn air & bawa kemari”._

_”Ya Datuk”._ Sahut sang murid dan langsung dgn cepat dan sigap bangun menuju ke dapur utk mengambil air yg diperintahkan.

Sesampainya di dapur, ia bertemu dgn Ummi Hj. Adniyah (salah satu istri Maulana Syaikh).

_”Ada apa Suhaidi?”_

Tanya Ummi Adniyah dg singkat.

“Ya Ummi. Datuk Maulana Syaikh menyuruh saya utk mengambil baskom yg berisikan air dan meminta utk dibawakan kembali kesana”.

_”Oh Iya, silahkan ambil!_ Sahut Ummi.

Setelah ambil baskom yg dimaksud dan diisi air penuh, lantas sang murid membawanya ke hadapan Maulana Syaikh. Dan Sang murid pun berkata;

_”Ampure (maaf) Datuk. Niki (ini) airnya”._

Sambil meletakkan baskom yg berisikan air tsb di hadapan Maulana Syaikh dan tentu dgn penuh grogi. Disamping krn merasa bingung dan tidak mengetahui maksud sang guru besar. Dan saat itu, Beliau msh terdiam saja melihat “keluguan” atau kepolosan sang murid yg memang sama sekali blm memahami maksud cerita & blm memahani maksud perintah utk mengambil air dg baskom tsb. Dan saat itu pun sang murid lg sendirian, tdk ada teman diskusinya.

Posisi Maulana Syaikh yg saat itu duduk di atas kursinya, kemudian berkata lagi pada muridnya;

_”Suhaidi…!!!_

_Ya Datuk”._

Sahutnya dgn cepat lagi.

_”Kaki saya kok gatal ya”._

Dan saat itu dg sambil beliau menggerakkan atau mengayun-ayunkan kedua kakinya. Hal ini, tentu agar muridnya paham utk segera menyuci kakinya. Meski demikian, Sang murid pun masih hanya diam seribu bahasa, krn memang tdk memahami yg diinginkan oleh Maulana Syaikh.

Singkat cerita… Maulana Syaikh yg saat itu masih jg di posisinya yg duduk di kursi berkata;

_”Suhaidi!!! _” Cepat ambil dan taruh baskom air itu kesini. Ayo basuh kaki saya !!!”._

Ucapnya dg sedikit keras sambil menunjukkan sang murid utk membawa air tsb persis ke depan kakinya dan menyuruh langsung menyuci kakinya. Saat itulah sang murid baru paham seratus persen, shg dengan cepat tanggap langsung melakukan apa yg diperintahkan.

Selanjutnya dg pelan sang murid membasuh dua kaki ulama besar dan Sulthanul Awlia ini.

Dan selesai menyuci dua kakinya, selanjutnya Maulana Syaikh berkata lagi;

_”Suhaidi !!! Minumlah air itu!_

Sang murid pun dg langsung menurutinya utk minum air basuhan kaki sang guru besar.

Setelah selesai diminum, kemudian, Maulana Syaikh berkata lagi;

_”Sisa air yg kamu minum itu, tolong bawa ke Jakarta ya. Lalu siramilah madrasah dan sirami batas-batas tanah madrasahmu itu”_

Demikian pesan singkat Maulana Syaikh setelah dua kakinya dibasuh. Sang murid pun mengikuti perintah Guru Besar. Dan utk selanjutnya di bawa ke Jakarta utk menyirami tanah Ponpes NW Jakarta yg dipimpinnya. _Wallaahu ‘alam_.

_Subhanallaah Wallaahu Akbar…_

Memerhatikan cerita singkat diatas, sbg kesimpulan pertama dan yg pokok bg penulis adalah Menjelaskan kpd kita semua dan termasuk para murid serta pencintanya ttg Maqom atau Tingkat Kewalian yg disandang oleh Guru Besar kt Maulana Syaikh TGKH. Muhammad Zainuddin Abd Madjid adalah sebagai *Sulthanul Awlia* (Rajanya para Wali ) di zamannya.

Dan kedua; dari cerita diatas menjadi salah satu referensi yg menguatkan jama’ah NW Jakarta dlm menyebut “Sulthanul Awlia” kpd Maulana Syaikh TGKH. Muhammad Zainuddin Abd Madjid.

Dan ketiga; Alhmdulillah, tentu sungguh sgt Beruntung Ponpes NW Jakarta yg telah mndapatkan siraman air Basuhan Kaki Sulthanul Awlia pendiri NW tsb. Akhirnya, sbg iringan do’a; “Smg Ponpes NW Jakarta makin Maju dan Senantiasa diberkahi oleh Allah SWT. Demikian jg smg berkah utk Guru2, Karyawan dan Murid2 yg belajar di Ponpes NW Jakarta ini. Aamiin.”

* Penulis adalah Pengurus Koordinasi Dakwah Islam (KODI) Pemprov. DKI Jakarta dan Pengurus Pendidikan Kader Muballigh (PKM) KODI DKI Jakarta.
(Drs Muslihan Habib M.A)

Baca Selanjutnya

DARI PENULIS

BERITA TERKAIT

IKLAN

TERBANYAK DIBACA

BACA JUGA