HULTAH KE-37 YAYASAN MI’RAJUSH SHIBYAN NW JAKARTA : Penuh Haru, Doa, dan Jejak Perjuangan yang Menggetarkan Hati
Jakarta — 1 Desember 2025, setelah shalat Isya berjamaah, suasana di Masjid Hamzanwadi dipenuhi cahaya kebersamaan dan kekhidmatan. Ratusan jamaah berkumpul mengikuti peringatan Hari Ulang Tahun (Hultah) ke-37 Yayasan Mi’rajush Shibyan Nahdlatul Wathan Jakarta—sebuah acara yang tidak hanya menghidupkan kembali sejarah, tetapi juga menggugah emosi para hadirin dengan kisah panjang perjuangan para pendahulu.
Acara dihadiri oleh para tokoh agama, tokoh masyarakat, para alumni, kepala sekolah, dewan guru, pegawai, serta jamaah NW dari Jakarta, Bekasi, dan sekitarnya. Semua hadir dengan wajah cerah, penuh cinta dan hormat kepada perjuangan Maulana Syaikh TGKH. Muhammad Zainuddin Abdul Madjid.
Pembawa acara, Ust. Subki, memandu jalannya kegiatan dengan tertib, rapi, dan sangat hidup, sehingga acara berjalan lancar dari awal sampai akhir.
Pembacaan Tarekat Hizib NW: Dzikir yang Menyentuh Relung Hati
Acara dibuka dengan pembacaan Tarekat Hizib Nahdlatul Wathan yang dipimpin oleh Drs. KH. Muhammad Suhaidi, SQ, Ketua Yayasan dan Pimpinan Pondok Pesantren NW Jakarta. Tarekat Hizib yang merupakan warisan spiritual Maulana Syaikh ini menggema indah di dalam Masjid Hamzanwadi, menghadirkan ketenangan yang meresap hingga ke dada para jamaah.

Saat memasuki pembacaan Asmaul Husna, suasana berubah menjadi penuh haru. KH. Muhammad Suhaidi, yang memimpin jamaah, tampak berusaha menahan getaran suaranya. Namun kenangan tentang besarnya jasa Maulana Syaikh dan beratnya perjuangan pendirian yayasan di masa lalu membuat air mata beliau jatuh tanpa dapat dibendung.
Beliau mengenang masa ketika restu, bimbingan batin, dan bahkan kemunculan Maulana Syaikh dalam mimpi-mimpinya menjadi cahaya penuntun di tengah gelapnya tantangan. Tangis beliau mengalir bersama lantunan Asmaul Husna, menggetarkan hati seluruh jamaah yang hadir. Banyak yang ikut meneteskan air mata, larut dalam rasa syukur dan cinta yang begitu mendalam.
Lantunan Al-Qur’an dari Para Santri
Setelah dzikir, dua santri Pondok Pesantren NW Jakarta, Reza dan Lucky, membacakan ayat suci Al-Qur’an. Suara keduanya yang merdu menggema dengan indah di dalam masjid, seakan menegaskan bahwa perjuangan panjang para pendiri kini tengah tumbuh dalam diri generasi penerus yang akan menjaga amanah dakwah ini.
Sejarah Hidup yang Tak Boleh Dilupakan
Sambutan pertama disampaikan oleh Dr. H. Muslihan Habib, MA, Dewan Pengawas Yayasan. Beliau memaparkan ulang sejarah resmi berdirinya perwakilan Nahdlatul Wathan Jakarta.
Perjalanan tersebut dimulai dengan surat permohonan bernomor 41/B/Sek-NW/1998 yang diajukan ke PB NW. Permohonan itu disambut baik, hingga akhirnya dikeluarkanlah SK PB NW 15/Kpt/PB-NW/1988 yang ditandatangani pada 1 Desember 1988 oleh Drs. H. Lalu Gede Wiresentane selaku ketua umum dan Drs. H.M. Syubli selaku sekretaris umum.

Penjelasan sejarah ini membuat hadirin seolah kembali ke masa-masa awal berdirinya yayasan—masa di mana perjuangan dilakukan dengan segala keterbatasan, namun penuh keteguhan dan tawakal.
Beliau juga mengingatkan bahwa sejak dulu hingga sekarang, Yayasan Mi’rajush Shibyan terus aktif mengadakan kegiatan bermanfaat seperti peringatan Haul Maulana Syaikh, Hari Santri, Hari Pahlawan, dan kini Hultah ke-37 tahun.
Kisah Penuh Air Mata dari Sang Ketua Yayasan
Sambutan kedua dari Drs. KH. Muhammad Suhaidi, SQ menjadi puncak haru dalam acara ini. Beliau menceritakan awal mula perjuangan NW Jakarta yang dimulai dari pengajian kecil bersama para pemuda Lombok. Dari musholla Al-Ikhlas yang kini berdiri sebagai masjid, dari Musholla Al-Amin yang kini berkembang, semuanya dimulai dari langkah-langkah sederhana yang penuh pengorbanan.
Dengan jujur beliau mengungkapkan bahwa pada tahun 1989, cobaan begitu berat hingga beliau nyaris ingin meninggalkan perjuangan NW Jakarta. Namun berulang kali dalam mimpi, Maulana Syaikh hadir memberi semangat, dukungan, dan pesan agar jangan meninggalkan perjuangan apa pun yang terjadi.
Dan beliau bertahan—dan keyakinan itu kini terbayar dengan hadirnya lembaga pendidikan NW Jakarta: MDI, TK, SDI, SMP, SMA dan Pondok Pesantren Nahdlatul Wathan Jakarta. Semua berdiri dan berkembang menjadi pusat pendidikan dan cahaya bagi masyarakat.
Dengan suara bergetar, beliau menutup sambutannya: “Pegang teguh moto ikhlas, sabar, dan istiqomah. Selama tiga hal ini terjaga, perjuangan ini tidak akan padam sampai hari kiamat.” Kata-kata itu bergema dalam hati setiap jamaah yang hadir.
Kebersamaan yang Menghangatkan
Di akhir acara, para jamaah menikmati hidangan khas seperti plecing kangkung, ayam goreng, nangka, pisang, dan lainnya. Hidangan sederhana namun penuh makna itu dinikmati dalam suasana keakraban dan rasa syukur.
Hultah yang Tidak Akan Terlupakan
Peringatan Hultah ke-37 Yayasan Mi’rajush Shibyan NW Jakarta di Masjid Hamzanwadi ini bukan sekadar acara rutin tahunan. Ia adalah malam penuh doa, air mata, sejarah, dan cinta kepada perjuangan Maulana Syaikh.
Sebuah momentum spiritual yang menegaskan bahwa: Perjuangan ini adalah amanah suci. Dan selama kita menjaga ikhlas, sabar, serta istiqamah, Nahdlatul Wathan akan terus jaya sepanjang masa.
Diliput oleh Redaktur media SinarLIMA (Sinar5News.com), Marolah Abu Akrom/Ust. Amrullah


