Sinar5news.com Menjaga kerukunan adalah sikap mental dalam rangka mewujudkan kehidupan yang serasi, seimbang dan harmonis dengan tidak membedakan pangkat, kedudukan sosial ekonomi, keturunan, ras, suku dan perbedaan agama. Hubungan antara manusia dan sesamanya dalam masyarakat tidak selamanya berjalan dengan baik atau harmonis, kadang-kadang terjadi konflik yang menimbulkan sikap permusuhan. Untuk itu diperlukan sikap dan perbuatan yang mengarah pada terciptanya kerukunan, seperti:
Silaturrahmi dengan keluarga dan tetangga.
Tolong menolong antar sesama apabila terjadi musibah atau menghadapi kesulitan (QS.Al Maidah:2).
Menghormati dan menaati aturan-aturan yang dibuat, selama tidak bertentangan syariat Islam.
Saling menyayangi dan mengasihi antara sesama, seperti yang dikatakan oleh Rasulullah SAW dalam sebuah hadits:
Dari Nu’man bin Basyir ra, ia berkata:Rasulullah SAW bersabda:“Perumpamaan orang-orang yang beriman di dalam cinta mencintai, sayang menyayangi dan kasih mengasihi adalah seperti satu tubuh, apabila salah satu anggota tubuh yang merasa sakit, anggota-anggota tubuh yang lain ikut merasakannya, yaitu tidak bisa tidur dan merasa demam.”(HR.Bukhari dan Muslim)
Selain hal-hal yang dikemukakan di atas, sebagai manusia yang hidup di tengah-tengah masyarakat yang menjunjung nilai-nilai kemanusiaan, sudah selayaknya menghindarkan diri dari perilaku sebagai berikut:
Egoisme; merupakan sifat yang mendasarkan pada kepentingan diri sendiri. Orang yang memiliki sifat egoisme, selalu ingin menang sendiri, merasa paling benar, tidak mau menghargai pendapat orang lain dan senantiasa memandang rendah orang lain.
Ekstrimisme; adalah sikap egois yang paling keras karena sikap dan tindakannya selalu memaksakan kehendaknya terhadap orang lain, untuk mencapai tujuannya sering menghalalkan segala cara meski pun tindakannya akan merugikan orang lain.
Konsep kerukunan umat beragama di Indonesia
Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, apabila dilihat dari konstitusinya bukan termasuk negara agama dan bukan pula termasuk negara sekuler, tetapi eksistensi kehidupan beragama mempunyai landasan hukum yang kuat dalam UUD 1945.
Pelaksanaan pembangunan di bidang agama, diusahakan tidak menimbulkan ekses atau kendala bagi pembangunan sektor lainnya bahkan diharapkan semakin memerkuat landasan spiritual, moral, etik bagi pembangunan nasional.
Dalam proses pembangunan agama, tidak boleh menimbulkan keresahan tapi diharapkan terciptanya hidup rukun yang dinamis guna menunjang stabilitas nasional. Agar terciptanya kondisi tersebut, maka salah satu program pemerintah adalah membina Tiga Kerukunan Hidup Beragama, adalah sebagai berikut:
Kerukunan intern umat beragama.
Kerukunan intern umat beragama, sudah dilakukan sejak zaman Rasulullah SAW sebagaimana dijelaskan dalam QS.Al Fath ayat 29 yang berbunyi:
“Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka;kamu melihat mereka ruku dan sujud mencari karunia Allah dan keridhaan-Nya, tanda-tanda mereka tampak pada wajah mereka karena bekas sujud…..”
Menjadi jelas bahwa cara melakukan kerukunan dengan umat seagama yang dipraktekkan Rasulullah SAW dan para sahabatnya serta orang mukmin yaitu berkasih sayang sesama muslim, senada dalam berpikir, seirama dalam melangkah untuk mencari karunia dan keridhaan-Nya.
Penyebab terjadinya kemunduran umat Islam salah satunya adalah karena umatnya sendiri tidak berani menegakkan kebenaran dan tidak tegas terhadap orang kafir serta memertajam perselisihan faham yang seharusnya tidak perlu terjadi antara sesama muslim, seperti masalah khilafiyah dan ibadah sunnat, sementara yang durhaka terhadap Allah SWT dibiarkan begitu saja tanpa peduli sedikit pun. Padahal yang terpenting dan termulia di sisi Allah SWT adalah kualitas ketakwaan. Perhatikan firman Allah SWT:
“Hai manusia, sesungguhnya kami ciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan kami menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.”(QS.Al Hujurat:13)
Kerukunan antar umat beragama.
Nabi Muhammad SAW ditawari umat non muslim untuk saling bergantian ibadah, seminggu beliau diajak beribadah sesuai ibadah beliau, seminggu lagi beribadah menurut cara orang kafir, tetapi beliau tidak langsung menerima atau menolak. Sebab kalau menolak, tidak mungkin karena hubungan beliau dengan mereka dalam kemasyarakatan (muamalah, sosial) sudah terjalin intim, jika menerima lebih tidak mungkin, maka turunlah wahyu Allah SWT untuk menegaskan peristiwa tersebut yang berbunyi:
Katakanlah:“Hai orang-orang yang kafir! Aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah. Dan akau tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah. Untukmulah agamamu dan untukkulah agamaKu.”(QS.Al Kafirun:1-6)
Kesimpulan ayat tersebut adalah dalam masalah muamalah kita tetap bergaul akrab tetapi maslah ibadah dan aqidah masing-masing tidak boleh dicampuradukkan. Dengan beribadah sesuai cara masing-masing, pergaulan antar umat beragama tetap utuh dengan menumbuhkan rasa saling tenggang rasa seperti yang dikehendaki oleh butir-butir Pancasila. Pola seperti inilah yang disebut toleransi dalam agama yakni membiarkan orang lain beribadah sesuai dengan agama dan kepercayaan masing-masing selama ia tidak mengganggu kita.
Kerukunan umat beragama dengan pemerintah.
Sebagaimana dijelaskan dalam firman Allah SWT:
“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul-Nya dan ulil amri (pemimpin) di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Qur’an) dan Rasul (Sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.”(QS.An Nisa’:59)
Kerukunan umat beragama dengan pemerintah direalisasikan dengan menaati segala peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah selama peraturan itu tidak bertentangan dengan syariat Islam, di samping memupuk jalinan kerjasama antara ulama dan umara dalam membina umat agar menaati perintah Allah dan Rasul-Nya. Dengan demikian kerukunan antarumat beragama dengan pemerintah dapat tumbuh dengan baik, bila keduanya saling mengisi. Misalnya pemerintah (umara) menyediakan (membangun) sarana, ulama yang mengelolanya, artinya pemerintah membangun fisik dan ulama membangun mental spiritual.
Berikut manfaat dalam menjaga kerukunan yaitu:
Adanya stabilitas nasional, karena setiap warga negara mempunyai tugas dan tanggungjawab yang sama dalam membina kerukunan hidup beragama, bermasyarakat mau pun bernegara dan dengan adanya kesadaran tersebut maka keamanan, ketertiban dan kerukunan dapat terwujud dengan baik.
Dapat menghindarkan dari perbuatan-perbuatan yang merugikan dan membahayakan bagi kehidupan beragama, bermasyarakat dan bernegara. Perbuatan tersebut antara lain sinkritisme, indeferentisme, ekstrimisme, menjelek-jelekkan agama lain, kehidupan bebas tanpa batas, separatisme dan sebagainya.
Terhindar dari perpecahan, berkaca dari pengalaman adanya perpecahan yang berbentuk pemberontakan, separatisme dan ekstrimisme lainnya berakibat sangat buruk terhadap infrastruktur, tata nilai sosial budaya serta instabilitas negara. Dengan demikian, praktis program pembanguna tidak berjalan lancar, keaman terganggu, ekonomi lumpuh dan yang paling sengsara adalah rakyat.